Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Kesehatan & Kecantikan

Stop Overthinking! Coba 10 Metode Jepang Ini yang Terbukti Menenangkan Pikiran

Kompas.com - 29/10/2025, 16:05 WIB

OHAYOJEPANG - Di tengah rutinitas yang padat dan tekanan hidup yang tinggi, banyak orang kerap terjebak dalam kebiasaan overthinking atau berpikir berlebihan yang justru menimbulkan stres. 

Jepang dikenal memiliki beragam filosofi hidup yang menekankan keseimbangan, kesadaran diri, dan ketenangan batin.

Sepuluh metode berikut ini terinspirasi dari filosofi hidup masyarakat Jepang dan terbukti efektif membantu menenangkan pikiran dan mengurangi kebiasaan overthinking dalam kehidupan sehari-hari.

Melansir laman The Times of India dan VegOut, berikut sepuluh metode dari Jepang yang terbukti efektif membantu mengurangi kebiasaan overthinking dan meningkatkan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari:

Baca Juga: 

1. Kaizen

Kaizen berasal dari bahasa Jepang yang berarti “perbaikan”. 

Namun, maknanya lebih dalam daripada sekadar memperbaiki sesuatu yang rusak. 

Konsep ini menekankan perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek kehidupan mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial, hingga dunia kerja.

Melansir Asian Insiders, kaizen dianggap sebagai cara bagi perusahaan Jepang untuk bersaing dengan pesaing mereka dari Barat, dan dengan cepat menjadi bagian integral dari budaya Jepang. 

Lebih dari sekadar metode bisnis, kaizen kini juga diterapkan di berbagai bidang seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan pemerintahan.

Kaizen membawa banyak manfaat bagi organisasi yang menerapkannya. 

Melalui prinsip perbaikan berkelanjutan, kaizen mendorong peningkatan kualitas produk dan layanan dengan mengidentifikasi serta menghilangkan sumber kesalahan. 

Pendekatan ini juga meningkatkan produktivitas melalui penyederhanaan proses dan pengurangan aktivitas yang tidak efisien, sekaligus membantu menekan biaya operasional. 

Tak kalah penting, kaizen turut memperkuat moral karyawan dengan memberikan rasa kepemilikan dan partisipasi aktif dalam setiap upaya perbaikan.

2. Ikigai

Ilustrasi seseorang yang sedang menggambar sebagai penerapan nilai ikigai, yaitu prinsip menjalani kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi sekaligus memberikan manfaat bagi orang lain.
Ilustrasi seseorang yang sedang menggambar sebagai penerapan nilai ikigai, yaitu prinsip menjalani kegiatan yang sesuai dengan minat pribadi sekaligus memberikan manfaat bagi orang lain.

Melansir Harvard Medical School, ikigai mencakup empat elemen utama, yaitu passion (hal yang kita cintai), misi (hal yang dibutuhkan dunia), profesi (hal yang mampu kita kuasai), dan panggilan (hal yang memberikan imbalan atau penghargaan bagi kita).

Ketika seseorang berhasil menemukan titik temu diantara keempat elemen tersebut, ia dapat membangun kehidupan yang lebih seimbang, bermakna, dan terarah. 

Dalam konteks profesional seperti bagi pendidik atau tenaga kesehatan, konsep ikigai dapat menjadi pedoman untuk meneguhkan kembali tujuan bekerja sekaligus memperkuat ketahanan mental.

Lebih dari sekadar filosofi hidup asal Jepang, ikigai menekankan pentingnya melakukan sesuatu yang kita sukai dan memberi manfaat bagi orang lain. 

Konsep ini juga mengajarkan bahwa kepuasan batin dan penghargaan yang layak baik berupa penghasilan, waktu, maupun pengakuan merupakan bagian penting dari kehidupan yang bermakna. 

Pada intinya, ikigai membantu individu menyadari nilai serta makna yang telah ada dalam peran sehari-hari, sekaligus menemukan arah baru ketika hidup terasa kehilangan tujuan.

3. Shinrin-Yoku

Istilah Jepang shinrin-yoku atau “mandi hutan” mengajak kita berhenti sejenak dari rutinitas yang sibuk dan kembali terhubung dengan alam. 

Melansir Japan House, konsep ini muncul pada 1980-an, namun berakar kuat dalam budaya Jepang yang memandang hutan sebagai tempat suci dan sumber kehidupan. 

Baik dalam ajaran Shinto maupun Buddha, alam diyakini memiliki kekuatan spiritual yang menjaga keseimbangan manusia.

Berbeda dari hiking atau olahraga luar ruangan, forest bathing tidak berfokus pada pencapaian fisik, melainkan pada kesadaran penuh terhadap keindahan dan ketenangan alam. 

Cukup berjalan pelan di tengah pepohonan, menghirup udara segar, dan membiarkan diri hadir sepenuhnya di saat ini.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa shinrin-yoku dapat menurunkan stres, tekanan darah, dan kecemasan, sekaligus meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan suasana hati. 

Lebih dari sekadar manfaat kesehatan, praktik ini mengingatkan kita akan hubungan mendalam antara manusia dan alam sebuah kesadaran sederhana yang sering terlupakan di tengah kehidupan modern.

Jalan Terapi Hutan Tomin-no-Mori Pendakian ke Gunung Sengenrei & Gunung Mito.
Jalan Terapi Hutan Tomin-no-Mori Pendakian ke Gunung Sengenrei & Gunung Mito.

4. Wabi-Sabi

Menurut Cambridge Dictionary, wabi-sabi adalah cara memandang dunia dengan menemukan keindahan dalam hal-hal sederhana, tidak sempurna, dan tidak abadi. 

Konsep ini tampak dalam berbagai aspek kehidupan Jepang, seperti upacara minum teh yang memadukan kesederhanaan Buddhisme Zen dengan keindahan yang tenang dan alami.

Melalui wabi-sabi, masyarakat diajak untuk menerima hidup apa adanya tidak tergesa mengejar kesempurnaan, melainkan menikmati harmoni yang muncul dari ketidaksempurnaan.

Sementara itu, melansir Good Luck Trip, wabi-sabi juga dipahami sebagai konsep estetika khas Jepang yang menekankan penerimaan terhadap perubahan, kerusakan, dan kefanaan sebagai bagian alami dari kehidupan. 

Nilai-nilai ini mengajarkan ketenangan dalam keheningan serta penghargaan terhadap proses berlalunya waktu. 

Berbeda dari estetika Barat yang sering menonjolkan kemewahan dan kesempurnaan bentuk, wabi-sabi justru menempatkan keindahan pada kesederhanaan, ruang kosong, dan keaslian yang lahir dari sesuatu yang tampak usang namun bermakna.

5. Kintsugi

Melansir Britannica, kintsugi adalah teknik tradisional Jepang untuk memperbaiki keramik dengan menggunakan lak yang dicampur bubuk logam mulia seperti emas atau perak. 

Praktik yang telah ada selama berabad-abad ini tidak hanya memperbaiki benda pecah, tetapi juga memperindah retakan, menjadikannya catatan visual dari perjalanan dan sejarah benda tersebut. 

Sementara itu, Melansir dari BBC Travel, kintsugi diartikan bukan hanya sekadar tentang memperbaiki barang yang pecah, tetapi juga tentang cara pandang hidup. 

Seni ini mengajarkan kita untuk menerima ketidaksempurnaan dan menemukan keindahan dalam hal-hal yang rusak atau tidak sempurna.

Akar filosofinya berasal dari wabi-sabi, nilai budaya Jepang yang menghargai kesederhanaan dan kefanaan. 

Melalui kintsugi, retakan pada keramik tidak disembunyikan, melainkan justru dipertegas dengan emas agar terlihat indah.

Dalam kehidupan modern, kintsugi menjadi simbol bahwa kesalahan dan luka bukan hal yang harus disembunyikan, tetapi bisa menjadi bagian berharga dari perjalanan hidup tempat di mana keindahan dan kekuatan sejati muncul.

Karya ini menggunakan Kintsugi: metode Jepang untuk memperbaiki keramik yang pecah dengan menggunakan lak yang dicampur dengan bubuk emas.
Karya ini menggunakan Kintsugi: metode Jepang untuk memperbaiki keramik yang pecah dengan menggunakan lak yang dicampur dengan bubuk emas.

6. Shoganai

Melansir Tokyo Weekender, istilah Jepang shoganai secara harfiah berarti “tidak bisa dihindari.” 

Namun, maknanya lebih dalam dari sekadar menerima nasib. 

Shoganai mengajarkan kita untuk menyadari bahwa ada hal-hal yang berada di luar kendali, dan cara terbaik menghadapinya adalah dengan tetap tenang dan melangkah maju. 

Ini bukan sikap menyerah, melainkan bentuk penerimaan yang disertai keteguhan hati.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jepang sering menggunakan shoganai dalam situasi kecil sekalipun, seperti saat kehujanan tanpa payung atau menghadapi masalah yang tidak bisa diubah. 

Filosofi ini menekankan bahwa meskipun kita tidak selalu dapat mengendalikan keadaan, kita tetap bisa mengendalikan reaksi terhadapnya. 

Konsep ini mirip dengan ungkapan “no worries” dalam budaya Barat, tetapi shoganai memiliki makna yang lebih mendalam karena mengandung nilai ketenangan, kesabaran, dan kebijaksanaan dalam menerima kenyataan hidup.

7. Ichigo ichie

Melansir NILS Japanese Language School, istilah Ichigo Ichie kerap digunakan di Jepang untuk menggambarkan momen berharga yang hanya terjadi sekali seumur hidup dan patut disyukuri. 

Secara harfiah, Ichigo berarti “seumur hidup seseorang,” sementara Ichie berarti “satu pertemuan” atau “satu pengalaman.”

Frasa ini berasal dari tradisi upacara minum teh Jepang yang menekankan pentingnya menghargai setiap pertemuan karena tidak akan terulang dalam bentuk yang sama. 

Dalam kehidupan sehari-hari, makna Ichigo Ichie dapat diterapkan pada berbagai situasi sederhana.

Misalnya seperti menemukan pakaian yang sangat disukai, mendengar lagu favorit secara kebetulan, atau bahkan membaca tulisan yang menyentuh hati pada saat yang tepat.

Upacara Teh Jepang: Penyajian Teh di Sekolah Teh Kobori Enshu.
Upacara Teh Jepang: Penyajian Teh di Sekolah Teh Kobori Enshu.

8. Omoiyari 

Melansir Japan Intercultural Consulting, omoiyari merupakan konsep khas Jepang yang berarti kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan orang lain dan memenuhinya bahkan sebelum mereka memintanya. 

Dalam banyak kasus, omoiyari terjadi tanpa disadari oleh pihak yang menerima perhatian tersebut.

Konsep ini berlawanan dengan budaya Amerika yang berpijak pada prinsip “the squeaky wheel gets the grease” artinya, seseorang harus menyuarakan kebutuhannya agar diperhatikan. 

Dalam budaya Jepang, sebaliknya, tanggung jawab ada pada pihak lain untuk memahami dan memenuhi kebutuhan tersebut tanpa diminta.

Nilai omoiyari menjadi dasar budaya pelayanan Jepang yang terkenal ramah dan efisien. 

Namun, konsep ini lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang homogen seperti Jepang. 

Dalam konteks lintas budaya, persepsi terhadap kebutuhan atau preferensi orang lain bisa keliru, sehingga penerapan omoiyari memerlukan kepekaan yang lebih besar terhadap perbedaan nilai dan kebiasaan.

9. Ma

Melansir Japan House Los Angeles, konsep ma dalam budaya Jepang menggambarkan pentingnya “ruang di antara” bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga dalam waktu, suara, dan interaksi sosial. 

Ma sering diterjemahkan sebagai ruang negatif atau jeda, namun sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam yaitu ruang kosong yang memberi bentuk, keseimbangan, dan makna pada keseluruhan.

Secara harfiah, huruf kanji ma (間) tersusun dari simbol “pintu” dan “matahari,” menggambarkan cahaya yang masuk melalui celah pintu. 

Makna ini tercermin dalam desain arsitektur tradisional Jepang, seperti ruang tatami yang sederhana dan rapi. 

Barang-barang ditempatkan dengan hati-hati agar ruang kosong di sekitarnya tetap terasa penting.

Namun, ma bukan sekadar tentang gaya hidup minimalis atau rumah bersih. 

Lebih dari itu, ma mengajarkan bagaimana kekosongan bisa menjadi bagian bermakna dari kehidupan. 

Filosofi ma mengingatkan bahwa “ruang kosong” bukan hal yang harus dihindari, melainkan sesuatu yang perlu dihargai. 

Dengan memberi ruang dalam pikiran, lingkungan, dan rutinitas, kita dapat menemukan ketenangan dan kesempatan bagi hal-hal yang benar-benar penting untuk tumbuh.

10. Shoshin

Melansir World Economic Forum, shoshin merupakan istilah dari Buddhisme Zen yang berarti beginner’s mind atau “pikiran seorang pemula.” 

Konsep ini menekankan pentingnya mempertahankan rasa ingin tahu, keterbukaan, dan kesadaran diri seperti halnya seorang pemula yang melihat segala sesuatu tanpa prasangka. 

Gagasan ini dipopulerkan oleh biksu Zen Shunryū Suzuki dalam bukunya Zen Mind, Beginner’s Mind.

Prinsip shoshin mengingatkan bahwa semakin kita merasa ahli, semakin sempit cara pandang kita terhadap dunia. 

Orang yang memiliki beginner’s mind lebih terbuka terhadap ide, perspektif, dan cara baru dalam memecahkan masalah. 

Sebaliknya, mereka yang terjebak dalam keyakinan lama sering kali melewatkan peluang penting untuk belajar atau berkembang.

Dengan cara ini, kita membuka ruang untuk belajar dan melihat dunia dengan perspektif yang segar, sebagaimana seorang pemula menghadapi pengalaman pertamanya.

Sepuluh filosofi tersebut menunjukkan bahwa ketenangan bukanlah hasil dari menghindari masalah, melainkan cara kita memandang dan merespons kehidupan. 

Dari Kaizen hingga Shoshin, semuanya berakar pada nilai yang sama yaitu kesadaran, keseimbangan, dan penerimaan. 

Di tengah tekanan hidup modern, menerapkan sepuluh metode dari Jepang ini bisa menjadi langkah kecil namun berarti untuk menata ulang pikiran agar hidup terasa lebih ringan, tenang, dan bermakna.

Sumber:

  • The Times of India (https://timesofindia.indiatimes.com/life-style/relationships/work/6-japanese-techniques-that-help-stop-overthinking/photostory/124858512.cms)
  • VegOut (https://vegoutmag.com/lifestyle/d-7-japanese-life-principles-that-boost-everyday-happiness-as-you-get-older/)
  • Asian Insiders (https://asianinsiders.com/2023/07/04/japan-is-kaizen-still-useful-today/) 
  • Japan House (https://japanhouse.illinois.edu/education/insights/shinrin-yoku) 
  • Harvard Medical School (https://learn.hms.harvard.edu/insights/all-insights/how-ikigai-can-help-educators-rediscover-meaning-and-purpose)
  • Cambridge Dictionary (https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/wabi-sabi)
  • Good Luck Trip (https://www.gltjp.com/en/article/item/20739/)
  • Britannica (https://www.britannica.com/art/kintsugi-ceramics) 
  • BBC Travel (https://www.bbc.com/travel/article/20210107-kintsugi-japans-ancient-art-of-embracing-imperfection) 
  • Tokyo Weekender (https://www.tokyoweekender.com/japan-life/news-and-opinion/japanese-words-we-cant-translate-shouganai/) 
  • NILS Japanese Language School (https://www.nilsjapan.com/news/?p=3190) 
  • Japan Intercultural Consulting (https://japanintercultural.com/free-resources/articles/omoiyari-anticipating-a-customers-needs/)
  • World Economic Forum (https://www.weforum.org/stories/2019/10/japan-beginner-learning-shoshin/)  

(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.