Melansir Japan House, konsep ini muncul pada 1980-an, namun berakar kuat dalam budaya Jepang yang memandang hutan sebagai tempat suci dan sumber kehidupan.
Baik dalam ajaran Shinto maupun Buddha, alam diyakini memiliki kekuatan spiritual yang menjaga keseimbangan manusia.
Berbeda dari hiking atau olahraga luar ruangan, forest bathing tidak berfokus pada pencapaian fisik, melainkan pada kesadaran penuh terhadap keindahan dan ketenangan alam.
Cukup berjalan pelan di tengah pepohonan, menghirup udara segar, dan membiarkan diri hadir sepenuhnya di saat ini.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa shinrin-yoku dapat menurunkan stres, tekanan darah, dan kecemasan, sekaligus meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan suasana hati.
Lebih dari sekadar manfaat kesehatan, praktik ini mengingatkan kita akan hubungan mendalam antara manusia dan alam sebuah kesadaran sederhana yang sering terlupakan di tengah kehidupan modern.

Menurut Cambridge Dictionary, wabi-sabi adalah cara memandang dunia dengan menemukan keindahan dalam hal-hal sederhana, tidak sempurna, dan tidak abadi.
Konsep ini tampak dalam berbagai aspek kehidupan Jepang, seperti upacara minum teh yang memadukan kesederhanaan Buddhisme Zen dengan keindahan yang tenang dan alami.
Melalui wabi-sabi, masyarakat diajak untuk menerima hidup apa adanya tidak tergesa mengejar kesempurnaan, melainkan menikmati harmoni yang muncul dari ketidaksempurnaan.
Sementara itu, melansir Good Luck Trip, wabi-sabi juga dipahami sebagai konsep estetika khas Jepang yang menekankan penerimaan terhadap perubahan, kerusakan, dan kefanaan sebagai bagian alami dari kehidupan.