Misalnya seperti menemukan pakaian yang sangat disukai, mendengar lagu favorit secara kebetulan, atau bahkan membaca tulisan yang menyentuh hati pada saat yang tepat.

Melansir Japan Intercultural Consulting, omoiyari merupakan konsep khas Jepang yang berarti kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan orang lain dan memenuhinya bahkan sebelum mereka memintanya.
Dalam banyak kasus, omoiyari terjadi tanpa disadari oleh pihak yang menerima perhatian tersebut.
Konsep ini berlawanan dengan budaya Amerika yang berpijak pada prinsip “the squeaky wheel gets the grease” artinya, seseorang harus menyuarakan kebutuhannya agar diperhatikan.
Dalam budaya Jepang, sebaliknya, tanggung jawab ada pada pihak lain untuk memahami dan memenuhi kebutuhan tersebut tanpa diminta.
Nilai omoiyari menjadi dasar budaya pelayanan Jepang yang terkenal ramah dan efisien.
Namun, konsep ini lebih mudah diterapkan dalam masyarakat yang homogen seperti Jepang.
Dalam konteks lintas budaya, persepsi terhadap kebutuhan atau preferensi orang lain bisa keliru, sehingga penerapan omoiyari memerlukan kepekaan yang lebih besar terhadap perbedaan nilai dan kebiasaan.
Melansir Japan House Los Angeles, konsep ma dalam budaya Jepang menggambarkan pentingnya “ruang di antara” bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga dalam waktu, suara, dan interaksi sosial.
Ma sering diterjemahkan sebagai ruang negatif atau jeda, namun sebenarnya memiliki makna yang lebih dalam yaitu ruang kosong yang memberi bentuk, keseimbangan, dan makna pada keseluruhan.