Nilai-nilai ini mengajarkan ketenangan dalam keheningan serta penghargaan terhadap proses berlalunya waktu.
Berbeda dari estetika Barat yang sering menonjolkan kemewahan dan kesempurnaan bentuk, wabi-sabi justru menempatkan keindahan pada kesederhanaan, ruang kosong, dan keaslian yang lahir dari sesuatu yang tampak usang namun bermakna.
Melansir Britannica, kintsugi adalah teknik tradisional Jepang untuk memperbaiki keramik dengan menggunakan lak yang dicampur bubuk logam mulia seperti emas atau perak.
Praktik yang telah ada selama berabad-abad ini tidak hanya memperbaiki benda pecah, tetapi juga memperindah retakan, menjadikannya catatan visual dari perjalanan dan sejarah benda tersebut.
Sementara itu, Melansir dari BBC Travel, kintsugi diartikan bukan hanya sekadar tentang memperbaiki barang yang pecah, tetapi juga tentang cara pandang hidup.
Seni ini mengajarkan kita untuk menerima ketidaksempurnaan dan menemukan keindahan dalam hal-hal yang rusak atau tidak sempurna.
Akar filosofinya berasal dari wabi-sabi, nilai budaya Jepang yang menghargai kesederhanaan dan kefanaan.
Melalui kintsugi, retakan pada keramik tidak disembunyikan, melainkan justru dipertegas dengan emas agar terlihat indah.
Dalam kehidupan modern, kintsugi menjadi simbol bahwa kesalahan dan luka bukan hal yang harus disembunyikan, tetapi bisa menjadi bagian berharga dari perjalanan hidup tempat di mana keindahan dan kekuatan sejati muncul.

Melansir Tokyo Weekender, istilah Jepang shoganai secara harfiah berarti “tidak bisa dihindari.”