OHAYOJEPANG - Bulan ini, Hokkaido telah memasuki musim dingin.
Sebagai wilayah paling utara Jepang, Hokkaido terkenal dengan musim dinginnya yang panjang dan salju tebal yang menutupi hampir seluruh kota.
Musim dingin di wilayah ini berlangsung lebih lama dibandingkan daerah lain di Jepang, yakni dari November hingga April.
Tinggal di Hokkaido menuntut kemampuan beradaptasi dengan salju yang lebat dan cuaca yang ekstrem.
Jalanan yang licin dan suhu dingin yang menusuk menjadi tantangan sehari-hari bagi penduduk maupun mahasiswa asing.
Dua peneliti asal Indonesia membagikan pengalaman mereka saat pertama kali melihat salju, cara menyesuaikan diri saat musim dingin, serta tips menghadapi musim dingiin.
Baca Juga:

Postdoctoral Researcher di Health Sciences University of Hokkaido, drg. Dedy Ariwansa, Ph.D, menceritakan bahwa pengalaman pertamanya melihat salju menjadi salah satu momen yang paling berkesan dalam hidupnya.
Ia pertama kali menyaksikan salju pada Desember 2019 saat masih berada di Prefektur Kanagawa.
Ia menggambarkan bentuk salju seperti yang sering muncul di film dan emotikon di handphone.
“Bentuknya kristal-kristal kecil yang kalau jumlahnya banyak, terlihat seperti gumpalan putih tebal yang menutupi tanah dan bangunan,” kata Dedy saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang, Kamis (13/11/2025).
Namun, di balik keindahan itu, Dedy mengaku harus beradaptasi dengan suhu yang sangat dingin tersebut.
“Dinginnya luar biasa, suhu saat itu kadang bisa sekitar 0 sampai 1 derajat Celsius,” ucapnya.
Sejak menetap di Hokkaido pada 2021, ia mulai merasakan perbedaan iklim yang signifikan.
Musim dingin di wilayah itu ternyata jauh lebih panjang dan ekstrem dibandingkan daerah lain di Jepang, bahkan bisa berlangsung hingga enam bulan.
Sementara itu, mahasiswa S3 di Hokkaido University, Rafiq Arsyad mengatakan pertama kali merasakan salju ketika pindah ke Hokkaido pada 2024.
Sebelumnya, ia menempuh studi S2 di Tsukuba, daerah yang iklimnya lebih bersahabat.
“Kesan pertama saya terhadap salju tentu menyenangkan. Pemandangannya indah, putih bersih seperti yang digambarkan di film-film,” ujar Rafiq saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang, Kamis (13/11/2025).
Namun, ia menambahkan bahwa realitas musim dingin tak selalu seindah yang dibayangkan.
“Ketika siang hari, salju yang mencair bisa berubah menjadi lapisan es yang licin. Jadi, meskipun salju tampak indah, sebenarnya ada sisi berbahayanya juga,” kata Rafiq.
Dedy mengaku sempat datang ke Jepang tanpa membawa perlengkapan musim dingin dari Indonesia.
“Saya hanya membawa pakaian musim panas karena senior saya menyarankan untuk beli perlengkapan musim dingin langsung di Jepang, karena lebih murah dan kualitasnya bagus,” jelasnya.
Menurutnya, perlengkapan paling penting saat musim dingin adalah pakaian dalam hangat seperti heattech, karena tanpa itu udara dingin bisa menembus hingga ke tulang, terutama ketika angin bertiup kencang.
Selain itu, ia juga selalu menyiapkan jaket tebal berbahan windproof serta perlengkapan tambahan seperti sarung tangan, syal, dan kupluk.
Rafiq pun sependapat soal pentingnya lapisan pakaian.
Ia menjelaskan bahwa tubuh harus dijaga tetap hangat dengan mengenakan minimal tiga lapisan.
“Lapisan pertama itu kaus dalam dan legging heattech, lapisan kedua kaus utama, dan lapisan luar jaket tebal,” katanya.
Ia menambahkan bahwa bagian kepala, terutama telinga, sebaiknya tertutup karena bisa terasa sangat sakit saat terkena hembusan angin dingin.

Selain pakaian, perlengkapan kaki juga penting diperhatikan.
Rafiq menegaskan agar tidak menggunakan sneakers biasa.
“Jalanan bersalju bisa licin seperti lantai kamar mandi. Kalau terpeleset, risikonya bisa parah,” ujarnya.
Ia menyarankan untuk memakai sepatu khusus musim dingin atau memasang alas anti-selip tambahan yang banyak dijual di toko-toko Jepang.
Sementara itu, Dedy memberikan saran praktis lain bagi pendatang.
Ia menyarankan untuk membawa satu jaket tebal dari Indonesia, lalu membeli satu lagi setelah tiba di Jepang, karena harga pakaian musim dingin di Jepang lebih terjangkau dan kualitasnya lebih sesuai dengan kondisi cuaca Hokkaido.
Bagi warga Hokkaido, menyekop salju adalah bagian dari kehidupan sehari-hari selama musim dingin.
“Kalau salju menumpuk di depan rumah dan tidak dibersihkan, orang tidak bisa lewat. Jadi setiap pagi, orang Jepang biasa menyekop salju di halaman atau jalanan depan rumah,” ucap Dedy.
Ia menambahkan bahwa aktivitas ini bisa sangat melelahkan.
“Selain dingin, tubuh cepat capek karena pakaian tebal dan berat. Tapi ini bagian dari rutinitas yang harus dijalani,” katanya.
Rafiq juga menyoroti sisi lain dari kehidupan saat musim dingin, yakni pola interaksi sosial masyarakat Jepang.
“Hari jadi cepat gelap, sekitar jam 4 sore kalo di Hokkaido sudah menjelang malam. Orang juga jadi lebih jarang keluar rumah,” jelasnya.
Meski begitu, ia menganggap semua ini sebagai proses adaptasi yang berharga.
Dedy dan Rafiq sepakat bahwa kunci kenyamanan di musim dingin adalah persiapan yang matang dan perlengkapan yang tepat.
Pakaian seperti heattech, jaket tebal, dan sepatu anti-slip menjadi tiga hal wajib.
Selain itu, Dedy mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan.
“Banyak orang lupa minum air putih karena merasa tidak haus, padahal tubuh bisa tetap dehidrasi di cuaca dingin,” ujarnya.
Ia juga menyarankan penggunaan pelembap dan lip balm agar kulit tidak kering atau pecah-pecah.
“Di Jepang, bahkan pria pun memakai pelembap karena udara dingin bisa membuat kulit rusak,” kata Dedy.
Rafiq menutup dengan pesan sederhana namun penting bagi para wisatawan.
“Nikmati saljunya, tapi jangan remehkan bahayanya. Hokkaido memang indah saat musim dingin, tapi persiapkan diri agar pengalaman itu tetap menyenangkan dan aman,” tutupnya.
Pengalaman pertama merasakan salju memang membawa kesan mendalam bagi siapa pun yang berasal dari negara tropis.
Namun, seperti yang dialami Dedy Ariwansa dan Rafiq Arsyad, hidup di Hokkaido mengajarkan bahwa keindahan musim dingin datang bersama tanggung jawab untuk beradaptasi.
Dengan perlengkapan yang sesuai, kondisi tubuh yang terjaga, serta kehati-hatian dalam beraktivitas, musim bersalju di Hokkaido dapat menjadi pengalaman berharga yang tidak hanya menantang, tetapi juga menyenangkan.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)