Tidak seperti teh hitam atau oolong tea yang melewati proses fermentasi enzimatik, teh putih diolah tanpa fermentasi.
Proses ini serupa dengan teh hijau, tetapi karena bahan yang digunakan adalah pucuk termuda, kandungan senyawa aktifnya bisa lebih tinggi.
“Pengeringan tidak boleh terlalu panas. Kalau terlalu panas, senyawa polifenolnya bisa menurun,” jelas Dase.
Sejumlah jurnal ilmiah menunjukkan bahwa polifenol pada teh putih dapat setara bahkan lebih tinggi dibandingkan teh hijau, meskipun hasil tersebut masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Dari sisi potensi, teh putih Indonesia menunjukkan prospek positif untuk bersaing di pasar global.
Walaupun jumlah ekspor tidak diungkapkan, keberlanjutan pengiriman menunjukkan adanya permintaan yang konsisten.
Di dalam negeri, teh putih juga mulai dikenal melalui penjualan daring dengan kisaran harga sekitar Rp 80.000.
Konsumen yang mencobanya mengaku merasa lebih tenang dan rileks setelah meminumnya, karena rasanya yang ringan dan efeknya yang menenangkan.
Penelitian di IPB pun terus berlanjut untuk mengkaji lebih dalam kandungan antioksidan teh putih Indonesia.
Uji laboratorium dilakukan secara in vitro untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari berbagai wilayah asal teh putih tersebut.