Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Budaya Lokal

Alunan Angklung Sampai ke Tokyo, Harmoni Bambu Kesukaan Orang Jepang

Kompas.com - 22/10/2025, 14:32 WIB

OHAYOJEPANG - Suara bambu menggema di tengah kemeriahan Indonesia Japan Friendship Festival (IJFF) 2025 yang digelar pada 18 Oktober 2025 di Taman Yoyogi, Tokyo, ketika tim angklung Sekolah Indonesia Tokyo (SIT) tampil membawakan harmoni khas Indonesia.

Di balik lantunan nada itu, ada sosok Arin Nursanti, guru biologi dan IPA di SIT yang juga menjadi pelatih ekstrakurikuler angklung.

Arin memperkenalkan diri dengan sederhana.

“Guru biologi sama guru IPA,” ucapnya sambil tersenyum saat diwawancarai Ohayo Jepang pada Sabtu (18/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa keterlibatannya dalam kegiatan seni berawal dari masa kuliah ketika mengikuti kegiatan musik tradisional di jurusan biologi.

Baginya, kegiatan angklung bukan sekadar latihan musik, melainkan bagian dari visi besar sekolah untuk memperkuat diplomasi budaya Indonesia di luar negeri.

“Salah satu keinginan dari sekolah kita, dari visi-misi kita, salah satunya adalah sublimasi kita itu melalui komunikasi budaya, khususnya budaya tradisional Indonesia,” ujar Arin.

Ia menambahkan bahwa kegiatan seni tradisional di SIT dilakukan melalui ekstrakurikuler, seperti angklung dan tari, yang menjadi wadah bagi siswa untuk mengenal budaya sendiri di tengah lingkungan internasional.

“Ekstrakurikuler angklung ini jadi saluran budaya tradisional di sekolah kami,” katanya.

Baca juga:

Persiapan Penampilan dan Dukungan Komunitas

Persiapan untuk tampil di luar negeri menurut Arin tidak sederhana, terutama dalam hal kostum dan latihan.

Ia mengaku bahwa mencari bahan dan perlengkapan khas Indonesia di Jepang memerlukan waktu lama.

“Kostum itu salah satu tantangan, karena di Jepang nyari bahan-bahan khas Indonesia nggak cepat,” ungkapnya.

Untuk mengatasi hal itu, Arin dan timnya menggabungkan berbagai kostum dari inventaris sekolah agar tetap tampak seragam di atas panggung meski berbeda-beda bentuknya.

Ia mengatakan, bantuan juga datang dari KBRI Tokyo dan orang tua siswa yang kadang membelikan kostum atau membantu kebutuhan lain.

Selain kostum, latihan menjadi bagian penting dari persiapan setiap pertunjukan.

Ekstrakurikuler angklung di SIT biasanya hanya berlangsung seminggu sekali, tetapi menjelang acara besar seperti IJFF, frekuensi latihan ditambah agar anak-anak semakin siap.

Menurut Arin, dukungan komunitas sekolah dan KBRI Tokyo sangat membantu kelancaran penampilan mereka.

“Kami sangat di-support oleh komunitas sekolah dan juga KBRI Tokyo,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa panitia festival berasal dari KBRI Tokyo, sehingga pihak sekolah banyak terbantu dalam hal koordinasi dan logistik.

“Event ini kan eventnya penyelenggaranya juga KBRI Tokyo,” tambahnya.

Arin menilai, festival seperti IJFF menjadi kesempatan besar untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia ke masyarakat Jepang.

“Kalau misalnya kita ingin mempromosikan kebudayaan Indonesia, ya di festival Indonesia,” ujarnya.

Antusiasme Penonton Jepang

Respon masyarakat Jepang terhadap pertunjukan angklung SIT sangat positif.

“Setelah performance, mereka bilang sebetulnya suara bambu itu sudah sering mereka dengar dan mereka sangat menyukai suara bambu,” kisah Arin.

Menurutnya, banyak penonton Jepang mengatakan bahwa bunyi angklung terdengar menenangkan dan alami.

“Orang Jepang memang suka suara angklung, suara bambu itu buat mereka katanya menenangkan,” tuturnya.

Bahkan, seorang profesor dari Gifu yang dikenal sebagai pegiat angklung datang khusus untuk menonton pertunjukan tersebut.

Arin juga mengungkapkan bahwa guru pianonya yang berasal dari Jepang turut hadir dan memberikan pujian atas penampilan SIT di panggung.

Menurutnya, apresiasi itu menunjukkan bahwa musik tradisional Indonesia bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Jepang.

Anak-anak pun merasa bangga ketika mengetahui bahwa budaya Indonesia mendapat sambutan hangat di negeri lain.

“Buat saya, festival ini momen besar untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia ke orang yang lebih banyak,” ujar Arin.

Cara Mengajak Anak Bermain Angklung

Arin menjelaskan bahwa ekskul angklung di SIT bersifat pilihan, tetapi antusiasme siswa sangat tinggi.

Ia tidak menggunakan pendekatan formal, melainkan mengajak anak-anak bergabung dengan cara menyenangkan.

“Saya nggak pakai metode old style, saya ajak main bareng,” ujarnya.

Anak-anak yang merasa senang biasanya akan mengajak teman-temannya ikut bergabung hingga jumlah anggota semakin banyak.

Menurut Arin, angklung mengajarkan nilai kerja sama karena setiap pemain memegang satu nada yang berbeda dan saling bergantung satu sama lain.

Ia mengatakan bahwa kegiatan ini membangun kebersamaan antar siswa, mengajarkan kolaborasi, dan kekompakan dalam satu harmoni.

“Angklung itu harus ada kebersamaan ya, jadi saling bergantungkan,” tuturnya.

Arin menambahkan bahwa musik ini tidak bisa dimainkan sendirian karena setiap orang memiliki peran berbeda yang melengkapi satu sama lain.

“Nggak bisa kalau cuma satu orang atau dua-tiga orang, nggak sempurna seperti tadi,” ucapnya.

Ia juga menyebutkan bahwa banyak siswa SIT yang justru baru mengenal budaya Indonesia setelah tinggal di Jepang.

Menurutnya, hal itu menunjukkan bahwa kegiatan seni di luar negeri bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri.

Arin juga mengakui adanya tantangan menjaga keotentikan tradisi di tengah pengaruh budaya luar seperti K-pop, lagu Barat, dan anime Jepang.

Namun, ia berupaya menumbuhkan kedekatan dengan anak-anak agar mereka tetap merasa memiliki budaya Indonesia.

“Ketika latihan itu benar-benar diperhatikan anak per anak ya, jadi mereka itu merasa diakui keberadaannya,” jelas Arin.

Ia percaya bahwa dengan pendekatan personal, anak-anak akan tetap tertarik meskipun budaya populer begitu kuat di sekitar mereka.

Bagi Arin, pengalaman tampil di IJFF bukan sekadar kegiatan sekolah, melainkan bentuk nyata diplomasi budaya Indonesia di Jepang.

Ia berharap anak-anak Indonesia di Tokyo tumbuh dengan rasa bangga terhadap budaya sendiri dan terus mengenalkannya ke dunia.

“Saya ingin mereka tahu bahwa budaya kita indah dan lewat angklung mereka bisa mengenalkannya ke dunia,” tutup Arin.

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.