Ia mengaku bahwa mencari bahan dan perlengkapan khas Indonesia di Jepang memerlukan waktu lama.
“Kostum itu salah satu tantangan, karena di Jepang nyari bahan-bahan khas Indonesia nggak cepat,” ungkapnya.
Untuk mengatasi hal itu, Arin dan timnya menggabungkan berbagai kostum dari inventaris sekolah agar tetap tampak seragam di atas panggung meski berbeda-beda bentuknya.
Ia mengatakan, bantuan juga datang dari KBRI Tokyo dan orang tua siswa yang kadang membelikan kostum atau membantu kebutuhan lain.
Selain kostum, latihan menjadi bagian penting dari persiapan setiap pertunjukan.
Ekstrakurikuler angklung di SIT biasanya hanya berlangsung seminggu sekali, tetapi menjelang acara besar seperti IJFF, frekuensi latihan ditambah agar anak-anak semakin siap.
Menurut Arin, dukungan komunitas sekolah dan KBRI Tokyo sangat membantu kelancaran penampilan mereka.
“Kami sangat di-support oleh komunitas sekolah dan juga KBRI Tokyo,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa panitia festival berasal dari KBRI Tokyo, sehingga pihak sekolah banyak terbantu dalam hal koordinasi dan logistik.
“Event ini kan eventnya penyelenggaranya juga KBRI Tokyo,” tambahnya.