“Buat saya, festival ini momen besar untuk mempromosikan kebudayaan Indonesia ke orang yang lebih banyak,” ujar Arin.
Arin menjelaskan bahwa ekskul angklung di SIT bersifat pilihan, tetapi antusiasme siswa sangat tinggi.
Ia tidak menggunakan pendekatan formal, melainkan mengajak anak-anak bergabung dengan cara menyenangkan.
“Saya nggak pakai metode old style, saya ajak main bareng,” ujarnya.
Anak-anak yang merasa senang biasanya akan mengajak teman-temannya ikut bergabung hingga jumlah anggota semakin banyak.
Menurut Arin, angklung mengajarkan nilai kerja sama karena setiap pemain memegang satu nada yang berbeda dan saling bergantung satu sama lain.
Ia mengatakan bahwa kegiatan ini membangun kebersamaan antar siswa, mengajarkan kolaborasi, dan kekompakan dalam satu harmoni.
“Angklung itu harus ada kebersamaan ya, jadi saling bergantungkan,” tuturnya.
Arin menambahkan bahwa musik ini tidak bisa dimainkan sendirian karena setiap orang memiliki peran berbeda yang melengkapi satu sama lain.
“Nggak bisa kalau cuma satu orang atau dua-tiga orang, nggak sempurna seperti tadi,” ucapnya.