Peserta diberi peran seperti pemimpin asrama, penjaga kebersihan, hingga pengawas olahraga.
Menurut Taufik, sistem ini penting untuk meniru suasana dunia kerja Jepang.
“Kami ingin mereka terbiasa dengan budaya itu agar tidak kaget nanti di Jepang,” ujarnya.
Menurut Taufik, tantangan terbesar bagi peserta bukan terletak pada teori bahasa, melainkan kesiapan menghadapi kehidupan di Jepang.
“Hal yang paling menantang justru soal kehidupan, bukan materi bahasa, karena teori bisa dipelajari, tapi pengalaman hidup hanya bisa didapat lewat praktik langsung,” jelas Taufik.
Ia kerap membagikan pengalaman pribadinya saat menjadi peserta magang agar siswa lebih memahami realitas kerja di Jepang.
Menurutnya, banyak peserta yang lebih antusias ketika materi disampaikan melalui obrolan santai.
Nabil menggunakan pendekatan berbeda.
Ia mengutamakan praktik berbicara agar peserta terbiasa berani menggunakan bahasa Jepang.
“Secara teori mereka bisa memahami, tapi saat praktik banyak yang kesulitan karena gugup, takut salah, atau takut diketawain,” kata Nabil.