Taufik menyebut asrama sebagai 'miniatur Jepang' tempat peserta belajar hidup disiplin dan bertanggung jawab selama 24 jam.
“Kami meniru budaya itu di asrama sebagai miniatur Jepang agar mereka siap secara mental dan perilaku,” ucapnya.
Pelatihan tidak hanya fokus pada bahasa, melainkan juga pembentukan karakter dan kebiasaan sehari-hari.
Dari cara berjalan lebih cepat, menjaga kebersihan, hingga larangan merokok sembarangan; semua diarahkan agar peserta siap menghadapi kehidupan di negara maju.
Asrama ini diperuntukkan bagi peserta laki-laki, sedangkan peserta perempuan tinggal bersama di kos.
Pengajar tetap melakukan pengawasan rutin dan pembinaan melalui kegiatan bersama, agar nilai tanggung jawab dan kebersamaan tetap tumbuh.
Nabil menegaskan bahwa baik di asrama maupun di tempat kos, prinsip tepat waktu menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
“Di Jepang, terlambat satu atau dua menit saja sudah dianggap fatal, jadi kami membiasakan peserta untuk selalu tepat waktu sejak di LPK,” jelasnya.
Hasilnya, kebiasaan positif itu kini sudah terlihat dalam keseharian peserta.
Selain itu, sistem tanggung jawab juga diterapkan di lingkungan pelatihan.