Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

Di Balik Program Magang ke Jepang, Begini Cara LPK Indonesia Tempa Mental dan Etos Kerja Peserta

Kompas.com - 27/10/2025, 14:42 WIB

OHAYOJEPANG - Program magang ke Jepang kini menjadi pilihan populer bagi tenaga muda Indonesia yang ingin menimba pengalaman kerja internasional. 

Melalui lembaga resmi seperti Lembaga Pelatihan Kerja-Sending Organization (LPK-SO), para calon peserta dibekali kemampuan bahasa Jepang, etos kerja, dan pemahaman budaya yang penting untuk beradaptasi di Negeri Sakura.

Di balik keberangkatan para peserta, terdapat proses panjang yang menuntut kedisiplinan dan kesiapan mental. 

Dua lembaga, LPK Fujisan Indonesia di Jakarta dan LPK Hiro Karanganyar di Jawa Tengah, sama-sama menekankan bahwa keberhasilan peserta tidak hanya bergantung pada kecakapan bahasa, melainkan juga pada karakter dan mental kerja yang kuat.

Baca Juga:

Sistem Pelatihan dan Seleksi Sebelum Keberangkatan

General Manager LPK Fujisan Indonesia, Anggy Adytia mengatakan proses awal bagi peserta magang dimulai dari seleksi administrasi dan kesehatan. 

Ia menjelaskan bahwa setelah peserta dinyatakan lolos seleksi, mereka akan mengikuti orientasi kedisiplinan yang difasilitasi oleh TNI selama beberapa hari.

Setelah itu, para peserta melanjutkan ke tahap pelatihan yang berfokus pada pembelajaran bahasa Jepang dan pembentukan etos kerja.

Pelatihan di setiap LPK-SO umumnya berlangsung antara empat hingga enam bulan. 

“Dari awal pendaftaran sampai berangkat rata-rata enam sampai delapan bulan, tidak sampai setahun,” ujar Anggy saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang di Gedung LPK Fujisan Indonesia, Kebon Jeruk, Jakarta pada Senin (13/10/2025).

Ia menjelaskan bahwa setiap empat bulan, lembaganya membuka angkatan baru. 

Seleksi diadakan secara ketat mulai dari dokumen, wawancara, hingga pemeriksaan medis ganda sebelum keberangkatan.

Pandangan serupa disampaikan oleh Direktur LPK Hiro Karanganyar, Bowo Kristianto.

Ia menjelaskan bahwa lembaganya menetapkan standar kemampuan bahasa Jepang yang cukup tinggi bagi setiap peserta pelatihan.

“Kami tidak akan memberangkatkan peserta yang belum mencapai level bahasa minimal N5, walaupun sudah diterima perusahaan tetap tidak bisa berangkat kalau belum lulus,” ucap Bowo saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang melalui WhatsApp pada Senin (20/10/2025).

Selain kemampuan bahasa, karakter peserta menjadi faktor penentu. 

Setiap bulan dilakukan evaluasi, dan mereka yang tidak memenuhi kriteria baik secara akademik maupun sikap akan dikeluarkan dari program. 

Menurut Bowo, langkah ini penting untuk menjaga kepercayaan dari pihak Jepang.

Kerja Sama dengan Jepang dan Bidang Pekerjaan

LPK-SO bekerja sama dengan pihak penerima di Jepang melalui kumiai, yaitu asosiasi pengawas yang menaungi sejumlah perusahaan Jepang. 

Dari kumiai inilah lembaga di Indonesia menerima job order untuk diterjemahkan dan disesuaikan dengan minat peserta.

“Biasanya bidang yang diminati peserta laki-laki itu manufaktur dan pabrik, sementara peserta perempuan cenderung memilih pengolahan makanan atau pertanian seperti panen stroberi,” kata Anggy. 

Ia menambahkan bahwa sebelum benar-benar bekerja, peserta akan mengikuti pelatihan bahasa dan adaptasi budaya selama satu bulan di learning center Jepang bersama peserta dari negara lain.

Sementara itu, LPK Hiro Karanganyar juga menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan di Jepang melalui asosiasi serupa. 

Setiap tahun, lembaga ini mengirimkan sekitar 500 peserta magang, sebagian besar di sektor konstruksi, perikanan, dan pengolahan makanan.

“Kami tidak bisa bekerja sama langsung dengan perusahaan tanpa melalui asosiasi, tapi untuk bidang tertentu seperti pengemudi bus, kami bisa langsung bermitra karena kualitas peserta sudah memenuhi standar perusahaan,” ujar Bowo. 

Ia menambahkan, program pengemudi bus bahkan menjadi pionir di Jepang, dengan pelatihan enam bulan dan standar bahasa minimal N3.

Pembentukan Mental, Disiplin, dan Etos Kerja

Di kedua lembaga, pelatihan tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik. 

Mental dan kedisiplinan menjadi fondasi utama.

“Peserta kami dibiasakan disiplin dari hal kecil, misalnya mematikan lampu sebelum keluar ruangan sambil mengucap ‘yos’, hal sederhana seperti itu melatih kesadaran dan tanggung jawab,” ujar Anggy.

Peserta juga tinggal di asrama dengan sistem tanggung jawab bergilir seperti pemimpin asrama atau penjaga kebersihan. 

Pola ini meniru budaya kerja Jepang yang menekankan kebersamaan dan peran individu dalam tim.

Menurut Bowo, tantangan terbesar bukan pada bahasa, melainkan adaptasi budaya. 

“Masalah yang sering muncul di Jepang itu kadang peserta masih terbawa kebiasaan Indonesia, padahal sudah paham aturan di sana, jadi pembiasaan disiplin di tahap pelatihan sangat penting,” jelasnya.

Kedua lembaga juga menyediakan sesi konsultasi pribadi untuk membantu peserta yang kehilangan motivasi atau mengalami tekanan. 

Pendampingan ini menjaga keseimbangan emosional peserta agar tetap fokus hingga keberangkatan.

Perubahan peserta setelah mengikuti pelatihan umumnya terlihat jelas. 

Mereka menjadi lebih disiplin, tangguh, dan terarah. 

Pengalaman hidup di asrama membentuk kebersamaan, sementara latihan fisik memperkuat daya tahan.

“Anak-anak yang berangkat bukan hanya dibekali kemampuan bahasa, tetapi juga mental dan karakter kerja yang kuat, karena kami ingin mereka tidak berhenti sebagai tenaga kerja sementara, melainkan mampu membuka peluang baru ketika kembali ke Indonesia,” kata Anggy.

Hal senada disampaikan Bowo yang menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan peluang karir lebih tinggi. 

“Kami saat ini tengah mengembangkan program untuk level profesional, seperti mekanik mesin dan pengemudi, dengan kisaran gaji yang jauh lebih tinggi, bahkan bisa mencapai sekitar Rp 500 juta per tahun, dan seluruh biaya awalnya ditanggung oleh perusahaan,” ujar Bowo.

Adanya proses pelatihan terstruktur, pengawasan ketat, dan kerja sama yang kuat dengan pihak Jepang, kedua lembaga ini berhasil mencetak tenaga muda yang siap menghadapi dunia kerja internasional. 

Dari ruang kelas di Indonesia hingga tempat pelatihan di Jepang, mereka ditempa menjadi pribadi yang tangguh, berkarakter, dan membawa semangat baru bagi generasi pekerja Indonesia di luar negeri.

(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.