Ia menambahkan bahwa sebelum benar-benar bekerja, peserta akan mengikuti pelatihan bahasa dan adaptasi budaya selama satu bulan di learning center Jepang bersama peserta dari negara lain.
Sementara itu, LPK Hiro Karanganyar juga menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan di Jepang melalui asosiasi serupa.
Setiap tahun, lembaga ini mengirimkan sekitar 500 peserta magang, sebagian besar di sektor konstruksi, perikanan, dan pengolahan makanan.
“Kami tidak bisa bekerja sama langsung dengan perusahaan tanpa melalui asosiasi, tapi untuk bidang tertentu seperti pengemudi bus, kami bisa langsung bermitra karena kualitas peserta sudah memenuhi standar perusahaan,” ujar Bowo.
Ia menambahkan, program pengemudi bus bahkan menjadi pionir di Jepang, dengan pelatihan enam bulan dan standar bahasa minimal N3.
Di kedua lembaga, pelatihan tidak hanya berfokus pada kemampuan akademik.
Mental dan kedisiplinan menjadi fondasi utama.
“Peserta kami dibiasakan disiplin dari hal kecil, misalnya mematikan lampu sebelum keluar ruangan sambil mengucap ‘yos’, hal sederhana seperti itu melatih kesadaran dan tanggung jawab,” ujar Anggy.
Peserta juga tinggal di asrama dengan sistem tanggung jawab bergilir seperti pemimpin asrama atau penjaga kebersihan.
Pola ini meniru budaya kerja Jepang yang menekankan kebersamaan dan peran individu dalam tim.