OHAYOJEPANG - Ketika udara panas musim panas berganti menjadi sejuk, tubuh manusia ikut beradaptasi.
Di Jepang, perubahan ini disebut shokuyoku no aki (食欲の秋), yang berarti 'musim gugur untuk makan'.
Saat daun mulai berubah warna dan hasil panen tiba, banyak orang Jepang merasa lebih bersemangat untuk makan.
Mereka menikmati makanan hangat dan penuh cita rasa.
Fenomena ini menarik karena tidak hanya berkaitan dengan selera, tetapi juga dengan budaya.
Baca juga:
Ungkapan shokuyoku no aki termasuk dalam tradisi bahasa Jepang yang menggambarkan suasana musim gugur.
Selain shokuyoku no aki, ada juga dokusho no aki (musim membaca), geijutsu no aki (musim seni), dan supōtsu no aki (musim olahraga).
Setiap ungkapan mencerminkan cara masyarakat Jepang menikmati musim ini dengan lebih tenang dan penuh makna.
Musim gugur dianggap sebagai waktu untuk menghargai rasa dan kenikmatan hidup.
Ketika suhu mulai menurun, banyak bahan makanan mencapai kualitas terbaiknya.
Kastanye (kuri), kesemek (kaki), jamur, ikan sanma (saury Pasifik), dan beras baru (shinmai) menjadi simbol rasa syukur atas panen musim ini.
Pasar-pasar mulai dipenuhi hasil panen segar, sementara menu di rumah dan restoran berganti menjadi hidangan yang lebih hangat dan mengenyangkan.
Cuaca berperan besar dalam meningkatkan nafsu makan pada musim gugur di Jepang.
Pagi dan malam yang dingin serta suhu siang yang sejuk membuat tubuh lebih mudah merasa lapar.
Setelah musim panas yang terik, tubuh secara alami mencari makanan yang memberikan kehangatan.
Hidangan seperti sup, ubi panggang, ikan bakar, nasi hangat, dan dango menjadi pilihan yang populer.
Udara yang segar juga memperkuat indra penciuman.
Aroma jamur yang ditumis atau asap ikan sanma yang dibakar terasa lebih kuat dan menggoda.
Masyarakat Jepang mengenal konsep shun, yaitu waktu terbaik untuk menikmati bahan makanan musiman.
Jamur matsutake, kastanye, dan kesemek menjadi bahan utama dalam banyak hidangan di musim ini.
Bahkan kue tradisional wagashi pun menyesuaikan bentuk dan rasanya dengan suasana musim gugur, seperti desain daun momiji dan rasa kastanye.
Istilah shokuyoku no aki berasal dari Jepang, tetapi makna yang terkandung di dalamnya bersifat universal.
Banyak budaya lain yang juga mengalami peningkatan selera makan ketika musim gugur tiba.
Ada tiga penyebab utama yang memengaruhi hal ini, yaitu hasil panen, suhu udara, dan kebiasaan masyarakat.
Musim gugur di berbagai negara sering menjadi waktu panen buah, sayur, dan hasil laut.
Ketersediaan bahan segar membuat makanan terasa lebih nikmat.
Suhu yang lebih rendah juga membuat tubuh membutuhkan lebih banyak energi untuk menjaga kehangatan.
Itulah sebabnya banyak orang mencari makanan yang lebih padat dan bergizi pada musim ini.
Di Jepang, faktor budaya memperkuat kebiasaan ini.
Masyarakat menyadari bahwa datangnya musim gugur identik dengan selera makan yang meningkat.
Mereka mengubah perubahan alami ini menjadi kebiasaan yang dirayakan bersama melalui berbagai kegiatan kuliner.
Suasana shokuyoku no aki terlihat jelas di berbagai daerah di Jepang.
Di tepi jalan, pedagang menjual ubi panggang atau yaki-imo yang aromanya menyebar ke udara malam.
Di pasar dan restoran, ikan sanma dibakar, nasi kastanye atau kuri-gohan disajikan, dan camilan seperti kuri dorayaki dijual dalam jumlah besar.
Buah anggur, pir, ubi, dan talas juga banyak ditemukan di pasar pada bulan September dan Oktober.
Festival kuliner menjadi bagian penting dari musim ini.
Salah satu yang terkenal adalah Sapporo Autumn Fest di Hokkaido yang menghadirkan berbagai bahan musiman dari seluruh Jepang.
Di rumah, suasana shokuyoku no aki terasa ketika keluarga berkumpul dan menikmati makanan hangat bersama.
Tradisi ini membuat musim gugur identik dengan kehangatan dan rasa syukur.
Ada pepatah Jepang yang berbunyi atsusa sareba shokuyoku ari (暑さ去れば食欲あり) yang berarti “saat panas pergi, selera makan datang.”
Ungkapan ini menggambarkan semangat shokuyoku no aki dengan sederhana.
Ketika udara mulai sejuk, tubuh terasa lebih segar dan rasa lapar pun muncul dengan alami.
Musim gugur di Jepang menjadi waktu yang tepat untuk menikmati makanan hangat dan hasil panen yang baru.
Bagi masyarakat Jepang, shokuyoku no aki bukan sekadar waktu untuk makan lebih banyak, tetapi juga bentuk rasa syukur atas perubahan alam dan kehidupan yang terus berjalan.