OHAYOJEPANG - Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan usia harapan hidup tertinggi di dunia.
Data terbaru menunjukkan jumlah penduduk berusia 100 tahun ke atas atau centenarian hampir menembus 100.000 orang pada 2025.
Angka ini meningkat konsisten selama 55 tahun berturut-turut.
Fenomena ini tidak terlepas dari pola hidup, kebiasaan makan, hingga peran aktif lansia dalam masyarakat.
Baca juga:
Melansir Kyodo News (12/9/2025); Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang melaporkan jumlah penduduk berusia 100 tahun ke atas mencapai 99.763 orang.
Jumlah tersebut naik 4.644 orang dibandingkan tahun sebelumnya per 15 September.
Dari total centenarian, sekitar 88 persen adalah perempuan.
Data ini menunjukkan dominasi perempuan dalam kelompok usia panjang di Jepang.
Perempuan tertua di Jepang saat ini adalah Shigeko Kagawa yang berusia 114 tahun dan tinggal di Prefektur Nara.
Sementara laki-laki tertua adalah Kiyotaka Mizuno berusia 111 tahun dari Prefektur Shizuoka.
Harapan hidup perempuan Jepang memang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Pada 2024, rata-rata usia harapan hidup perempuan mencapai 87,13 tahun, sedangkan laki-laki 81,09 tahun.
Fakta ini menegaskan bahwa perbedaan gaya hidup dan kondisi kesehatan berpengaruh pada panjang usia.
Menurut BBC (12/9/2025), rahasia panjang umur orang Jepang banyak dikaitkan dengan pola makan tradisional yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Usia harapan hidup yang tinggi terutama dipengaruhi rendahnya angka kematian akibat penyakit jantung dan beberapa jenis kanker umum, seperti kanker payudara dan prostat.
Hal ini tidak lepas dari rendahnya tingkat obesitas di Jepang berkat pola makan minim daging merah dan kaya ikan serta sayuran.
Tingkat obesitas perempuan Jepang bahkan lebih rendah dibanding laki-laki, yang ikut menjelaskan mengapa perempuan memiliki harapan hidup lebih panjang.
Saat konsumsi gula dan garam meningkat di banyak negara, Jepang justru menempuh arah berbeda melalui kampanye kesehatan publik yang berhasil menurunkan konsumsi garam.
Peneliti Shu Zhang dari National Center for Geriatrics and Gerontology menegaskan bahwa diet Jepang adalah konsep luas, bukan sekadar bufet sushi seperti yang sering dibayangkan orang luar negeri.
Sebuah review dari 39 penelitian menemukan pola yang konsisten dalam diet Jepang.
Pola itu yakni tingginya konsumsi ikan, sayuran, kacang kedelai dan produk turunannya seperti shoyu, tahu, dan miso, ditambah nasi sebagai sumber karbohidrat utama.
Secara umum, diet ini terbukti menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung meskipun tidak selalu berhubungan dengan penurunan kasus kanker tertentu.
Zhang menambahkan bahwa pola makan ini juga berkaitan dengan rendahnya tingkat kematian secara keseluruhan sehingga memberi kontribusi besar terhadap usia harapan hidup panjang di Jepang.
Berdasarkan BBC (2/7/2020), hal ini sejalan dengan temuan Tsuyoshi Tsuduki dari Tohoku University yang meneliti pola makan Jepang dari tahun 1960 hingga 2005.
Penelitian itu menunjukkan diet tahun 1975 paling menyehatkan; karena kaya rumput laut, seafood, kacang-kacangan, buah, serta bumbu fermentasi tradisional, sekaligus rendah gula.
Eksperimen pada tikus menunjukkan diet 1975 mengaktifkan gen yang mencegah pembentukan asam lemak dan menurunkan risiko diabetes serta penyakit hati berlemak.
Uji coba pada manusia juga memperlihatkan hasil serupa, dengan penurunan berat badan dan perbaikan kadar kolesterol pada kelompok yang menjalani diet 1975.
Selain kandungan makanannya, cara pengolahan juga berpengaruh karena makanan lebih banyak direbus atau dikukus, dan bumbu digunakan dalam porsi kecil namun tetap kaya rasa.
Keseluruhan pola ini menekankan keberagaman menu, porsi sederhana, dan keseimbangan nutrisi, yang menjadi faktor penting panjangnya usia harapan hidup orang Jepang.
Baca juga:
Selain pola makan, gaya hidup aktif juga menjadi kunci panjang usia.
Banyak lansia di Jepang tetap berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum, berbeda dengan lansia di negara lain yang lebih bergantung pada kendaraan pribadi.
Sejak 1928, masyarakat Jepang juga mengenal Radio Taiso, senam pagi berdurasi tiga menit yang disiarkan secara nasional.
Aktivitas ini dilakukan bersama di berbagai komunitas, mendorong kebersamaan sekaligus menjaga kebugaran tubuh.
Kebiasaan sederhana seperti ini membuat tubuh tetap bugar hingga usia lanjut.
Selain itu, lansia di Jepang juga berperan aktif dalam dunia kerja.
Data Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang menunjukkan, jumlah pekerja lansia naik selama 21 tahun berturut-turut.
Pada 2024, terdapat 9,3 juta orang berusia 65 tahun ke atas yang masih bekerja.
Angka ini berarti satu dari tujuh pekerja di Jepang adalah lansia.
Mayoritas pekerja lansia memiliki status paruh waktu atau kontrak, terutama di sektor perdagangan besar dan ritel.
Mengutip Kyodo News (14/9/2025), peningkatan ini mendorong revisi undang-undang keselamatan kerja pada Mei 2024.
Perusahaan diwajibkan menciptakan kondisi kerja yang lebih aman bagi karyawan senior.
Meski jumlah lansia menurun sedikit menjadi 36,19 juta orang pada 2024, porsi mereka dalam populasi justru mencapai 29,4 persen.
Angka ini menjadi yang tertinggi di dunia untuk negara dengan penduduk lebih dari 40 juta jiwa.
Secara nasional, Jepang memiliki rata-rata 80,58 centenarian per 100.000 penduduk.
Namun, distribusi ini tidak merata di semua wilayah.
Prefektur Shimane di barat Jepang mencatat rasio tertinggi, yaitu 168,69 centenarian per 100.000 penduduk.
Shimane bahkan memimpin daftar tersebut selama 13 tahun berturut-turut.
Konsistensi ini menandakan adanya faktor lingkungan dan gaya hidup lokal yang berkontribusi besar terhadap panjang usia.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa Jepang tidak hanya menghadapi populasi menua, tetapi juga konsentrasi centenarian di wilayah tertentu.
Pemerintah Jepang mulai mencatat jumlah centenarian sejak 1963, dengan hanya 153 orang.
Angka itu menembus 1.000 pada 1981, lalu lebih dari 10.000 pada 1998.
Kini, jumlahnya hampir 100.000 orang, sebuah pencapaian demografis yang terus mencatat rekor baru setiap tahun.
Meski sudah mencatat prestasi dengan banyaknya penduduk berusia panjang, Jepang juga menghadapi tantangan demografi di masa depan.
Institut Nasional Penelitian Populasi dan Jaminan Sosial Jepang memproyeksikan jumlah lansia akan naik hingga 39,28 juta orang pada 2040.
Persentasenya diperkirakan mencapai 34,8 persen dari total populasi Jepang.
Lonjakan ini terutama dipengaruhi generasi kedua ledakan kelahiran pada 1971–1974 yang mulai memasuki usia lanjut.
Jika dibandingkan negara lain, Jepang tetap menjadi yang tertinggi dalam proporsi penduduk lansia.
Italia mencatat 25,1 persen penduduk berusia lanjut, sedangkan Jerman 23,7 persen.
Jepang juga menonjol dengan rasio penduduk berusia 75 tahun ke atas sebesar 17,2 persen, salah satu yang tertinggi di dunia.
Sumber:
@ohayo_jepang Mau hidup lebih lama? Orang Jepang punya rahasianya! Dari pola makan sehat hingga kebiasaan aktif, banyak hal yang bisa kamu tiru untuk hidup lebih berkualitas. Yuk, mulai langkah kecil menuju hidup yang lebih panjang dan sehat!💪 Kreator Konten: Aqila Vitrasya Produser: Luthfi Kurniawan Penulis: Yuharrani Aisyah #OhayoJepang #HidupSehat #RahasiaOrangJepang #KebiasaanSehat #LiveLonger ♬ suara asli - Ohayo Jepang