Pola itu yakni tingginya konsumsi ikan, sayuran, kacang kedelai dan produk turunannya seperti shoyu, tahu, dan miso, ditambah nasi sebagai sumber karbohidrat utama.
Secara umum, diet ini terbukti menurunkan angka kematian akibat penyakit jantung meskipun tidak selalu berhubungan dengan penurunan kasus kanker tertentu.
Zhang menambahkan bahwa pola makan ini juga berkaitan dengan rendahnya tingkat kematian secara keseluruhan sehingga memberi kontribusi besar terhadap usia harapan hidup panjang di Jepang.
Berdasarkan BBC (2/7/2020), hal ini sejalan dengan temuan Tsuyoshi Tsuduki dari Tohoku University yang meneliti pola makan Jepang dari tahun 1960 hingga 2005.
Penelitian itu menunjukkan diet tahun 1975 paling menyehatkan; karena kaya rumput laut, seafood, kacang-kacangan, buah, serta bumbu fermentasi tradisional, sekaligus rendah gula.
Eksperimen pada tikus menunjukkan diet 1975 mengaktifkan gen yang mencegah pembentukan asam lemak dan menurunkan risiko diabetes serta penyakit hati berlemak.
Uji coba pada manusia juga memperlihatkan hasil serupa, dengan penurunan berat badan dan perbaikan kadar kolesterol pada kelompok yang menjalani diet 1975.
Selain kandungan makanannya, cara pengolahan juga berpengaruh karena makanan lebih banyak direbus atau dikukus, dan bumbu digunakan dalam porsi kecil namun tetap kaya rasa.
Keseluruhan pola ini menekankan keberagaman menu, porsi sederhana, dan keseimbangan nutrisi, yang menjadi faktor penting panjangnya usia harapan hidup orang Jepang.
Baca juga:
Selain pola makan, gaya hidup aktif juga menjadi kunci panjang usia.