Jepang sedang gencar merekrut.
Pada Oktober 2024, Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang mencatat rekor 2,30 juta pekerja asing, naik 12,4 persen dibanding tahun sebelumnya, seiring upaya perusahaan mengatasi kekurangan tenaga kerja.
Indonesia menjadi bagian penting dari pertumbuhan ini, terutama melalui jalur Specified Skilled Worker (SSW) yang diatur lewat kerja sama antara Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Kementerian Kehakiman Jepang.
Portal resmi SSW dan panduan yang dibuat pemerintah dirancang untuk menstandarkan rekrutmen dan memberi dukungan.
Bagi banyak orang Indonesia, tawaran itu nyata menarik: jalur kejuruan jelas, jalur bahasa, serta dukungan terstruktur.
Namun, pasar yang besar dan bergerak cepat juga berarti adanya perekrut tidak jujur dan iklan kerja yang kabur.
Masalah yang dilaporkan pekerja Indonesia, seperti lembur tidak jelas, perubahan jadwal mendadak, atau jam “pelatihan” yang ternyata tidak dibayar, serupa dengan pola yang oleh pekerja Jepang disebut black.
Menggunakan tolok ukur hukum yang disebutkan sebelumnya membantu membedakan tawaran kerja yang sehat dengan yang berisiko.
Lembur yang mendekati atau melampaui ambang karōshi
Jika pekerja lama menyebut “100 jam bulan lalu” atau jadwal menunjukkan enam hari kerja dengan 12 jam per hari, itu sudah masuk wilayah risiko yang diakui Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang.
Iklan kerja yang menutupi rincian gaji
Pastikan ada pemisahan gaji pokok dan tunjangan lembur. Jika iklan tidak menyebut jumlah jam lembur yang ditanggung atau menuliskan “lembur termasuk, tidak terbatas,” perlakukan sebagai tanda bahaya.