Takaichi dikenal sebagai pengkritik keras pembangunan militer Tiongkok dan kerap berziarah ke kuil Yasukuni, simbol sensitif bagi negara-negara Asia Timur.
Kementerian Luar Negeri China merespons terpilihnya Takaichi dengan menyatakan harapan agar Jepang tetap memegang komitmen politiknya terkait isu sejarah dan Taiwan, serta menjaga kebijakan positif terhadap Beijing.
Sebelum terjun ke politik, Takaichi pernah menjadi pemain drum di band heavy metal saat kuliah.
Ia mengaku mengidolakan mendiang Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher dan sering disebut sebagai 'Iron Lady' versi Jepang.
Meski demikian, menurut Profesor Emeritus Universitas Tokyo, Sadafumi Kawato, kemenangan Takaichi memang langkah maju bagi representasi perempuan.
Namun, ia belum menunjukkan niat kuat untuk melawan norma patriarki yang masih kuat di Jepang.
Takaichi menolak revisi undang-undang abad ke-19 yang mewajibkan pasangan menikah menggunakan nama keluarga yang sama.
Aturan itu sebagian besar berdampak pada perempuan yang harus mengambil nama suami.
Kawato memperkirakan isu ini tidak akan terselesaikan selama masa jabatan Takaichi.
Namun, dalam pidato kampanyenya, Takaichi berjanji memperbaiki keseimbangan gender di kabinetnya hingga mencapai standar negara Nordik.