Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Fakta & Data

Sanae Takaichi Jadi Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang

Kompas.com - 05/10/2025, 12:00 WIB

OHAYOJEPANG - Pertama kalinya dalam sejarah, Jepang akan dipimpin oleh seorang perempuan.

Mantan Menteri Dalam Negeri Sanae Takaichi resmi memenangkan pemilihan presiden Partai Demokrat Liberal (LDP) pada Sabtu (4/10/2025).

Kemenangan ini menandai momen penting dalam politik Jepang yang tengah menghadapi ketidakpastian setelah koalisi antara LDP dan Komeito kehilangan mayoritas di parlemen.

Takaichi, yang kini berusia 64 tahun, menggantikan Shigeru Ishiba sebagai perdana menteri setelah memenangi pemilihan putaran kedua.

Ia meraih 185 suara, mengalahkan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi yang mendapatkan 156 suara.

Sebagai perempuan pertama yang memimpin partai berkuasa dalam hampir tujuh dekade terakhir, Takaichi menyebut kemenangan ini sebagai awal dari era baru bagi LDP. 

Dalam pidato kemenangannya, ia berjanji untuk mengubah kecemasan masyarakat menjadi harapan baru di tengah situasi ekonomi dan politik yang tidak menentu.

Baca juga:

Arah Politik dan Tantangan Baru

Takaichi dikenal sebagai politikus konservatif yang tegas dalam urusan diplomasi dan keamanan nasional.

Sikapnya kerap dikaitkan dengan mendiang Shinzo Abe, yang juga merupakan mentornya dan memiliki pandangan serupa tentang nasionalisme Jepang.

Salah satu isu yang sering menimbulkan perhatian publik adalah kebiasaannya berziarah ke Kuil Yasukuni di Tokyo, tempat yang juga menghormati para penjahat perang Jepang.

Langkah ini sering memicu kritik dari China dan Korea Selatan.

Namun, dalam konferensi pers pertamanya setelah terpilih sebagai ketua LDP, Takaichi menegaskan akan bersikap bijak.

Ia belum memastikan apakah akan tetap berziarah ke Yasukuni dan menyebut bahwa penghormatan di kuil tersebut tidak seharusnya dijadikan masalah diplomatik.

Di bidang ekonomi, Takaichi berencana memperkuat kebijakan fiskal ekspansif dengan menerbitkan obligasi pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Ia juga bertekad memperketat investasi asing dan kepemilikan lahan oleh warga negara nonresiden, dengan alasan keamanan ekonomi nasional.

Takaichi menegaskan pentingnya mempertahankan hubungan dengan Partai Komeito dan membuka kemungkinan kerja sama lintas partai untuk menghadapi inflasi serta menstabilkan daya beli masyarakat.

Politik Internal dan Persaingan Ketat

Pemilihan kali ini menjadi salah satu yang paling ketat dalam sejarah partai. Dalam pemungutan suara di parlemen, 149 anggota mendukung Takaichi, sementara 145 anggota memilih Shinjiro Koizumi.

Koizumi, 44 tahun, merupakan putra mantan perdana menteri Junichiro Koizumi dan sempat digadang sebagai calon pemimpin muda yang akan membawa pembaruan.

Namun, reputasinya merosot setelah muncul laporan bahwa tim kampanyenya mendorong pendukung untuk menulis komentar positif tentang dirinya selama siaran langsung konferensi pers.

Skandal tersebut menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan etika komunikasi politik di Jepang.

Namun, Koizumi mengakui kekalahannya dengan lapang dada. 

“Saya minta maaf karena gagal menang. Saya kurang kompeten,” ujarnya melansir Kyodo News (4/10/2025).

Ia juga menegaskan akan mendukung penuh kepemimpinan Takaichi agar partai tetap solid.

Kemenangan Takaichi terjadi di tengah upaya LDP memperbaiki citra yang rusak akibat skandal dana politik.

Dalam dua pemilu nasional terakhir, skandal tersebut membuat kepercayaan publik menurun dan memaksa partai membubarkan beberapa faksi besar, termasuk faksi yang dulu dipimpin oleh Shinzo Abe.

Meski demikian, Takaichi menyatakan tidak keberatan menunjuk anggota yang pernah terlibat dalam skandal itu selama mereka masih memenuhi kualifikasi dan dapat bekerja secara profesional.

Sisi Pribadi dan Tekad Kerja Keras

Di balik ketegasannya, Takaichi dikenal memiliki kisah hidup yang penuh perjuangan.

Ia merawat suaminya yang lumpuh sebagian akibat stroke, sekaligus berjuang melawan artritis reumatoid yang muncul setelah mengalami gejala menopause yang tak segera ditangani.

Kondisi ini membuatnya sempat harus menjalani operasi penggantian sendi. Namun, Takaichi tidak pernah menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berhenti bekerja.

Dalam pidato kemenangannya, ia menegaskan komitmennya terhadap kerja keras.

“Saya akan membuat semua orang bekerja seperti kuda. Saya sendiri akan meninggalkan konsep keseimbangan hidup. Saya akan bekerja, bekerja, dan terus bekerja,” ucapnya disambut tepuk tangan rekan-rekan partainya.

Pernyataan itu mencerminkan tekadnya untuk memimpin dengan disiplin dan dedikasi tinggi.

Kalimat itu juga menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan bukan hanya soal simbol, melainkan tentang keteguhan dalam menghadapi tantangan nyata.

Dengan kemenangan ini, Sanae Takaichi mencatat sejarah sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang.

Ia akan secara resmi dilantik dalam sidang luar biasa parlemen yang dijadwalkan sekitar 15 Oktober 2025.

Takaichi akan memimpin Jepang hingga September 2027, melanjutkan sisa masa jabatan Shigeru Ishiba.

Kepemimpinannya akan menjadi babak baru bagi politik Jepang yang selama hampir tujuh dekade didominasi laki-laki.

Hal ini sekaligus membuka harapan bagi generasi perempuan yang ingin berperan lebih besar di pemerintahan.

© Kyodo News

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.