Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Worklife

Pengalaman Orang Indonesia Ikut Seleksi Kerja di Jepang, Wawancara Berkelompok

Kompas.com - 23/09/2025, 10:10 WIB

OHAYOJEPANG - Ketika mencari pekerjaan di Indonesia, saya sudah melalui beberapa wawancara dan merasa paham dengan alur rekrutmen pada umumnya.

Namun setelah pindah ke Jepang dan mengalami langsung proses rekrutmennya, saya sadar ternyata banyak hal yang berbeda.

Saya tidak sepenuhnya tahu apa yang sedang saya hadapi, dan perbedaan itu bukan hanya mengejutkan, tetapi juga membuat saya berharap lebih siap sejak awal.

Baca juga:

Tes Tulis Nalar Logika

Sekilas, alur rekrutmen di Jepang terlihat mirip dengan di Indonesia.

Di kedua negara, tahapannya dimulai dari seleksi dokumen, dilanjutkan tes bakat atau logika, lalu berlanjut ke wawancara.

Bedanya, bentuk tes yang diberikan terasa jauh berbeda.

Di Indonesia, tes biasanya berupa soal pilihan ganda dengan gaya logika atau IQ sederhana.

Di Jepang, saya menghadapi tes SPI (Synthetic Personality Inventory) yang jauh lebih rumit.

Saya ingat duduk di ruangan tes, terkejut karena tidak bisa menjawab setengah soal yang lebih mirip ujian fisika atau matematika tingkat kuliah.

Tes ini bahkan tidak berbentuk pilihan ganda, sehingga benar-benar menguji kemampuan berpikir dalam waktu singkat.

Seorang teman kemudian memberi tahu bahwa sebenarnya ada latihan tes SPI yang bisa ditemukan secara online, meski aksesnya tidak selalu mudah.

Tidak semua perusahaan memakai versi tes SPI yang sama, tetapi banyak perusahaan besar di Jepang memang menjadikannya syarat utama.

Belakangan saya mencari tahu lebih jauh dan menemukan alasan di balik tes ini.

Menurut Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, tes seperti SPI tidak hanya mengukur pengetahuan, tetapi juga menilai logika, kepribadian, dan gaya komunikasi secara standar.

Hal ini mencerminkan budaya rekrutmen Jepang yang menilai bukan hanya kemampuan teknis, melainkan juga potensi jangka panjang dan kemampuan bekerja dalam tim.

Pertanyaan Wawancara Unik

Setelah tes, saya memasuki tahap wawancara yang terasa akrab sekaligus asing.

Saya tetap mendapat pertanyaan standar seperti “Mengapa ingin bergabung?” atau “Apa yang sudah pernah Anda lakukan sebelumnya?”, yang mirip dengan wawancara di Indonesia.

Namun ada satu pertanyaan yang benar-benar membuat saya terkejut, yaitu “Apa yang orang lain katakan tentang diri Anda?”.

Pertanyaan itu belum pernah saya dengar sebelumnya di Indonesia.

Saya bingung bagaimana harus menjawabnya karena tidak terbiasa menanyakan pendapat orang lain tentang diri saya.

Kalau saya bicara tentang diri sendiri, khawatir terdengar seperti membanggakan diri.

Belakangan saya baru tahu bahwa di Jepang, pertanyaan seperti ini justru wajar karena bertujuan menguji kesadaran diri atau jiko bunseki.

Bahkan, dalam panduan karier resmi dari pemerintah Jepang, pencari kerja disarankan untuk benar-benar mengenal diri sendiri sebelum melamar pekerjaan.

Hal ini karena banyak perekrut di Jepang menghargai kerendahan hati yang disertai kesadaran diri, bukan sekadar jawaban soal keterampilan teknis.

Ilustrasi orang Jepang sedang wawancara kerja di perusahaan.
Ilustrasi orang Jepang sedang wawancara kerja di perusahaan.

Wawancara Kerja Berkelompok

Di Indonesia, wawancara biasanya dilakukan satu lawan satu.

Pengalaman saya di Jepang berbeda, karena pernah masuk ke ruang wawancara dan mendapati lima orang sekaligus menunggu saya.

Tiga orang pewawancara duduk di meja, ditambah dua penerjemah, membuat rasa gugup meningkat drastis.

Suasana jadi terasa lebih formal dan penuh tekanan karena saya dinilai oleh banyak orang dalam satu waktu.

Saya juga pernah melihat wawancara Tokuteiginou (SSW) secara kebetulan.

Formatnya justru sebaliknya, yaitu beberapa kandidat diwawancarai sekaligus oleh satu perekrut melalui wawancara online.

Awalnya terlihat aneh, tapi ternyata format ini memang bukan hal asing di Jepang.

Yang lebih mengejutkan lagi, penilaian bisa dimulai bahkan sebelum wawancara resmi berlangsung.

Saya pernah mendengar ada perusahaan yang menugaskan seseorang di ruang tunggu untuk berbincang santai dengan kandidat.

Ternyata, obrolan santai itu termasuk dalam evaluasi.

Dari hasil pencarian saya, pemerintah Jepang juga mengingatkan pencari kerja asing untuk selalu menjaga sikap profesional selama proses rekrutmen.

Alasannya, interaksi informal sekalipun bisa dianggap sebagai bagian dari penilaian.

Hal Penting Sebelum Ikut Rekrutmen

Pada akhirnya, saya menyadari bahwa meskipun alur rekrutmen di Indonesia dan Jepang terlihat mirip, detailnya bisa sangat berbeda dan mengejutkan.

Beberapa hal penting yang saya pelajari antara lain:

  • Tes SPI jauh lebih sulit dibanding tes logika di Indonesia, sehingga persiapan sangat diperlukan.

  • Wawancara di Jepang bisa mencakup pertanyaan reflektif tentang kesadaran diri, bukan hanya soal keterampilan teknis.

  • Format wawancara lebih beragam, dari banyak pewawancara hingga wawancara kelompok, dengan suasana lebih formal dan penuh tekanan.

  • Interaksi santai di luar wawancara resmi juga bisa termasuk bagian dari penilaian, sehingga sikap profesional perlu dijaga setiap saat.

Perbedaan ini menggambarkan perbedaan budaya kerja yang mendasar.

Di Indonesia, rekrutmen lebih banyak menyoroti keterampilan langsung dan kecocokan pribadi dengan pekerjaan.

Di Jepang, rekrutmen menekankan potensi jangka panjang, kemampuan beradaptasi, dan keselarasan dengan budaya perusahaan.

Kalau saja sejak awal saya sudah berlatih soal SPI dan lebih memahami budaya wawancara di Jepang, mungkin saya akan merasa lebih siap dan tidak terlalu gugup.

Namun pengalaman ini memberi pelajaran penting bahwa rekrutmen bukan hanya soal melewati tahapan seleksi, melainkan juga memahami budaya di balik proses tersebut.

Merasakan proses rekrutmen di Indonesia dan Jepang membuat saya semakin sadar bahwa budaya kerja sebenarnya sudah terlihat bahkan sebelum hari pertama bekerja.

Penulis: Langit, WNI yang kerja di Jepang. Ia orang biasa yang menghargai hal kecil sekalipun.

@ohayo_jepang Kenapa Karyawan di Jepang Selalu Rajin Bersihkan Meja Kerja? Ada satu kebiasaan unik yang sering kita lihat di kantor-kantor Jepang: para karyawannya selalu membersihkan meja kerja sebelum pulang. Ini bukan cuma soal rapi-rapi, tapi didasari oleh filosofi penting yang disebut Omoiyari. Omoiyari adalah konsep Jepang untuk memikirkan dan menghargai perasaan orang lain. Dengan merapikan meja, mereka ingin menunjukkan rasa hormat kepada orang yang akan memakai meja itu esok hari atau rekan kerja yang masih ada di kantor. Kecil, tapi maknanya dalam banget! Ini jadi salah satu alasan kenapa budaya kerja di Jepang dikenal sangat teratur. Gimana menurut kalian? Tertarik nggak menerapkan Omoiyari di tempat kerja? Kreator Konten: Salma Aichi K Produser: Siti Annisa Penulis: YUHARRANI AISYAH #Omoiyari #Jepang #BudayaKerja #FilosofiJepang #Kantor ♬ suara asli - Ohayo Jepang
Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.