OHAYOJEPANG - Hidup dan bekerja di Jepang tidak hanya soal mendapatkan pekerjaan, tetapi juga bagaimana gaji bulanan sejalan dengan biaya hidup.
Biaya transportasi, harga makan siang, hingga pengeluaran kecil sehari-hari bisa menumpuk dan membuat gaji yang terlihat cukup berubah jadi pas-pasan.
Pemerintah Jepang melalui Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang rutin melaporkan angka gaji rata-rata bulanan sebagai acuan resmi.
Simak besaran gaji bulanan, variasi industri, hingga dampak inflasi terhadap daya beli.
Selain itu, ada juga gambaran bagaimana menyesuaikan ekspektasi dengan kondisi nyata di Jepang.
Baca juga:
Menurut laporan Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang, rata-rata gaji tunai nasional pada Mei 2025 berada di kisaran 300.000 yen per bulan (sekitar Rp 33,3 juta).
Angka ini menjadi patokan utama yang digunakan pemerintah dalam laporan resmi tentang penghasilan pekerja.
Data tersebut memberi gambaran umum, meski tidak mewakili semua sektor maupun level pekerjaan.
Bagi calon pekerja asal Indonesia, angka ini sering dijadikan titik awal untuk memperkirakan kemampuan hidup di Jepang.
Namun, perhitungan lebih detail tetap diperlukan agar bisa menyesuaikan dengan kebutuhan pribadi dan lokasi kerja.
Survei resmi pemerintah menunjukkan adanya variasi besar antarindustri dan jenis pekerjaan.
Jabatan eksekutif dan posisi spesialis umumnya menerima gaji jauh di atas rata-rata nasional.
Sebaliknya, pekerja paruh waktu atau level pemula biasanya mendapatkan penghasilan di bawah rata-rata.
Kesenjangan ini menunjukkan pentingnya memahami struktur industri sebelum menerima tawaran kerja.
Dengan begitu, pekerja bisa menilai apakah gaji yang ditawarkan realistis untuk menutup biaya hidup.
Pemerintah Jepang tidak merilis data median gaji atau perbandingan resmi antar kota.
Beberapa survei swasta memang mencoba menyajikan rata-rata gaji di Tokyo, Osaka, atau Okinawa.
Namun, data resmi hanya menampilkan gambaran nasional.
Artinya, pekerja tidak bisa mengandalkan data pemerintah untuk mengetahui perbedaan biaya hidup antar wilayah.
Hal ini penting dipahami oleh pekerja Indonesia yang mempertimbangkan lokasi kerja sebelum berangkat ke Jepang.
Data pemerintah menunjukkan upah nominal sempat meningkat, tetapi inflasi membuat daya beli menurun.
Pada Mei 2025, upah riil turun 2,9 persen dibanding tahun sebelumnya, menjadi penurunan terdalam dalam hampir dua tahun.
Meski begitu, gaji nominal masih naik tipis pada periode yang sama.
Pada Juni 2025, tren serupa kembali terjadi dengan penurunan upah riil 1,3 persen year-on-year.
Kenaikan gaji nominal 2,5 persen di bulan tersebut sebagian besar disokong bonus musim panas.
Fakta ini menegaskan bahwa inflasi, terutama pada kebutuhan pokok dan makanan, terus menggerus kemampuan belanja pekerja.
Bagi banyak orang Indonesia, gaji bulanan 300.000–350.000 yen (Rp 33,3 juta–Rp 38,9 juta) terdengar cukup besar.
Namun, biaya hidup sehari-hari seperti sewa tempat tinggal, transportasi, dan belanja harian di Jepang jauh lebih tinggi dibanding di Indonesia.
Di kota kecil atau wilayah pedesaan, gaji pada kisaran tersebut masih bisa memberikan kenyamanan yang moderat.
Sementara di kota besar seperti Tokyo, biaya hidup yang tinggi membuat gaji di atas 500.000 yen per bulan (sekitar Rp 55,6 juta) lebih ideal untuk menabung dan memiliki ruang pengeluaran tambahan.
Inflasi yang stabil di atas tiga sampai empat persen dalam beberapa tahun terakhir juga menuntut pekerja agar lebih disiplin mengatur keuangan.
Pekerjaan yang menawarkan kenaikan gaji berbasis kinerja atau bonus musiman bisa membantu menjaga keseimbangan keuangan pribadi.
Melihat standar gaji resmi di Jepang, jelas bahwa bertahan hidup di sana tidak hanya soal angka nominal.
Pekerja perlu memahami perbedaan antarindustri, dampak inflasi, dan gaya hidup pribadi sebelum membuat keputusan.
Bagi calon pekerja Indonesia, menjadikan gaji rata-rata sekitar 300.000 yen per bulan (Rp 33,3 juta) sebagai patokan awal bisa menjadi langkah realistis.
Menyesuaikan ekspektasi dengan lokasi kerja dan kebutuhan hidup sehari-hari akan membantu transisi lebih lancar.
Dengan cara ini, bekerja di Jepang tidak hanya sekadar soal angka gaji, tetapi juga tentang membangun keseimbangan hidup yang sesuai dengan kondisi nyata.
Sumber:
Penulis: Karaksa Media Partner (Agustus 2025)
@ohayo_jepang 😱 Kaget gak sih? Di Jepang, cari kerja tuh gak seribet itu! ✅ Gak perlu good looking ✅ Gak mentok di umur 27 ✅ Bahkan lansia pun masih bisa kerja! ✨ 1. Lansia tetap bisa produktif Lewat program resmi Silver Human Resources Center, warga usia 60+ bisa kerja ringan seperti bersih-bersih, berkebun, bantu daycare, dll. 💰 Upahnya? Rp90.000 – Rp190.000 per jam, tergantung lokasi & jenis kerja. 📎 Sumber: Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja & Kesejahteraan Jepang, DW, BMC Geriatrics 2021 ✨ 2. Anak muda lebih mudah dapat kerja Tingkat pengangguran di Jepang per Januari 2025 hanya 2,5%! Rasio pekerjaannya 126 lowongan untuk tiap 100 pencari kerja. 📎 Sumber: Kemenaker Jepang via Xinhua ✨ 3. Syaratnya juga masuk akal banget Banyak lowongan di Jepang: – Gak batasi usia maksimal – Gak tanya status nikah – Gak wajib lulusan universitas top tertentu Yang penting: minimal usia 18 tahun (syarat ini berbeda disetiap insdustrinya), sehat jasmani rohani, dan lulus ujian skill & bahasa Jepang untuk pekerja asing 📎 Sumber: Ohayo Jepang, Kemenaker RI ✨ 4. Fresh graduate dihargai Lebih dari 40% mahasiswa Jepang sudah dapat job offer sebelum wisuda. 🎓 Gaji awal fresh grad: Rp22 juta – Rp31 juta per bulan (tergantung industri) 💸 Bonus cair 2x setahun: musim panas & musim dingin 📎 Sumber: Kompas.com, Fortune 2024, Recruit Works Institute ✨ 5. Soal lembur? Jepang sadar batasnya. – Sejak 2018, lembur dibatasi maksimal 720 jam/tahun – Pemerintah juga sedang merancang aturan larangan kerja 14 hari berturut-turut demi kesehatan mental 📎 Sumber: Arab News, Japan Times, Asahi Shimbun 📌 Tentu aja, tetap ada syarat resmi & skill yang perlu disiapkan sesuai kebutuhan tiap perusahaan ya! 🗳 Polling: Kalau sistem kayak gini ada di Indonesia, kamu bakal semangat cari kerja gak? Kreator Konten: Zahra Permata J & Salma Aichi Produser: Siti Annisa Penulis: Yuharrani Aisyah #OhayoJepang #KagetGakTuh #HidupdiJepang #KerjadiJepang #BudayaJepang #LowonganKerja #Jepang2025 ♬ suara asli - Ohayo Jepang