OHAYOJEPANG - Banyak profesional maupun mahasiswa asal Indonesia yang bersiap bekerja di Jepang kerap terkejut melihat betapa tertatanya lingkungan kerja di sana.
Dari lorong bersih, rak penyimpanan yang rapi, hingga komunikasi yang jelas, semuanya seolah berjalan dengan sistem yang teratur.
Hal ini bukan kebetulan, melainkan bagian dari metode terstruktur yang dikenal dengan sebutan 5S.
Namun, bagi sebagian orang, istilah Jepang seperti seiri atau seiso artinya bisa terasa membingungkan.
Padahal, memahami makna 5S dalam bekerja dapat membantu proses adaptasi.
Artikel ini akan mengulas bagaimana budaya kerja 5S Jepang diterapkan, serta bagaimana pekerja Indonesia menghadapi pola ini di tempat kerja.
Baca juga:
5S merupakan singkatan dari lima kata dalam bahasa Jepang yang semuanya dimulai dengan huruf “S”.
Setiap kata menggambarkan prinsip penting dalam organisasi kerja:
Seiri (整理) – Sort: memilah dan membuang barang yang tidak diperlukan.
Seiton (整頓) – Set in order: menata barang agar mudah diakses.
Seiso (清掃) – Shine/clean: menjaga kebersihan (seiso artinya secara harfiah adalah “membersihkan/inspeksi”).
Seiketsu (清潔) – Standardize: menjaga konsistensi kerapian dan kebersihan.
Shitsuke (躾) – Sustain/discipline: melatih diri untuk menjaga kebiasaan secara berkelanjutan.
Prinsip ini dikenal dengan istilah 5S dalam bekerja. Setiap langkah saling melengkapi.
Seiri dan seiton menyiapkan dasar, lalu seiso memastikan kebersihan, hingga akhirnya shitsuke menanamkan disiplin agar 5S menjadi budaya yang berkelanjutan.
Bagi pekerja Indonesia, keteraturan di kantor atau pabrik Jepang sering terasa mencolok.
Semua barang memiliki tempatnya masing-masing.
Budaya ini bukan sekadar soal estetika.
5S dalam bekerja menciptakan keteraturan, keselamatan, dan efisiensi.
Ketika keputusan cepat dibutuhkan, keberadaan dokumen atau alat yang jelas posisinya akan menghemat waktu dan membangun kepercayaan tim.
Ketidakteraturan mudah menimbulkan kebingungan, terutama dalam kerja kelompok.
Karena itu, seiketsu atau standarisasi menjadi fondasi penting.
Bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan suasana kerja lebih fleksibel, standar ini mungkin awalnya terasa kaku.
Namun, seiring waktu, kejelasan aturan justru memberi kenyamanan.
Seiso tidak hanya berarti membersihkan meja kerja.
Aktivitas ini merupakan ritual harian yang dilakukan bersama-sama.
Tidak ada staf khusus yang ditugaskan untuk membersihkan.
Semua orang memiliki tanggung jawab yang sama.
Perubahan ini bisa menjadi tantangan budaya bagi pekerja Indonesia, tetapi pada akhirnya menumbuhkan rasa hormat terhadap lingkungan kerja.
Shitsuke mendorong setiap orang untuk menjadikan 5S sebagai bagian dari kebiasaan sehari-hari.
Disiplin kecil yang dilakukan terus-menerus akan membentuk pola pikir baru.
Meski awalnya terasa berat, banyak pekerja Indonesia yang kemudian merasakan manfaatnya dalam peningkatan kepuasan pribadi maupun profesional.
Banyak pekerja Indonesia menggambarkan masa awal bekerja di Jepang sebagai periode penyesuaian.
Hal sederhana seperti menaruh cangkir kopi di tempat yang tepat atau mengembalikan pulpen ke tempat asal menjadi aturan yang wajib diikuti.
Survei industri Jepang menunjukkan perusahaan dengan penerapan 5S yang baik memiliki tingkat produktivitas lebih tinggi dan angka kecelakaan kerja lebih rendah.
Hal ini sejalan dengan pengalaman pekerja Indonesia yang merasa lebih percaya diri ketika lingkungan kerja bersih dan teratur.
Satu kotak peralatan yang tidak rapi bisa menghambat jalannya produksi.
Dari pengalaman magang hingga pekerjaan profesional, banyak orang Indonesia akhirnya belajar menerapkan seiri yaitu memilah, menyimpan, dan menyingkirkan barang sesuai kebutuhan.
Di kantor, praktik ini terlihat dari kebiasaan memberi label pada map dokumen dengan jelas, termasuk dalam bahasa Jepang, agar mudah dipahami semua rekan kerja.
Bagi sebagian orang Indonesia, tantangan terbesar bukanlah ujian bahasa Jepang, melainkan mengingat untuk selalu menaruh stapler di tempatnya.
Sederhana, tapi penting.
Dengan memahami makna seiri seiton, pola pikir pun bergeser menjadi lebih disiplin.
Amati dulu, baru bertindak. Perhatikan poster 5S atau jadwal inspeksi bulanan di tempat kerja.
Gunakan label dan zona warna. Label “A4用紙” atau zona penyimpanan dengan warna tertentu adalah implementasi nyata 5S.
Ikut serta dalam kegiatan bersama. Membersihkan kantor di pagi hari atau cek 5S mingguan bukan sekadar rutinitas, tapi cara membangun kebersamaan.
Menggunakan istilah asli Jepang, seperti seiri atau seiton, bisa menjadi tanda penghormatan sekaligus mempermudah komunikasi.
Hal ini menunjukkan kesadaran akan budaya kerja Jepang dan kesediaan untuk beradaptasi.
Proses beradaptasi dengan budaya kerja Jepang melalui 5S tidak berhenti pada memahami istilah seiri atau seiso.
Lebih dari itu, 5S adalah praktik sehari-hari yang membentuk efisiensi, keselamatan, dan rasa tanggung jawab bersama.
Bagi pekerja, mahasiswa, maupun pencari kerja asal Indonesia, memahami budaya 5S Jepang bukan sekadar menghafal istilah, melainkan membangun kebiasaan kecil yang berdampak besar.
Dengan begitu, adaptasi di tempat kerja Jepang menjadi lebih mudah, sekaligus membuka jalan menuju pengalaman kerja yang lebih memuaskan.
Sumber:
Penulis: Karaksa Media Partner (Agustus 2025)
@ohayo_jepang Pernah dengar tentang tatemae dan honne? Dalam budaya Jepang, orang sering menunjukkan sikap berbeda dari perasaan sebenarnya demi menjaga harmoni. Jadi, kalau orang Jepang terlihat sangat sopan atau ramah, bukan berarti mereka selalu jujur. Mereka lebih mengutamakan keharmonisan daripada berbicara blak-blakan! Dibantu tapi nolak? Dapat tugas banyak tapi tetap bilang siap? Itu semua bagian dari tatemae! Polling: Menurut kamu, budaya ini lebih sopan atau justru bikin serba salah? 🤔👇 Kreator Konten: Salma Aichi Produser: Luthfi Kurniawan Penulis: YUHARRANI AISYAH #OhayoJepang #Tinggaldijepang #KerjadiJepang ♬ Funny lazy donkey (hilarious song)(937200) - LEOPARD