“Di Jepang, bukan sekadar belajar teori, tapi bagaimana mengontribusikan hasil nyata untuk kemajuan ilmu,” kata Dedy saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang, Kamis (13/11/2025).
Pendekatan riset ini menjadikan mahasiswa dituntut mandiri dan produktif.
Penilaian utama bukan dari keaktifan di kelas, melainkan dari kualitas riset, publikasi ilmiah, dan kontribusi di laboratorium.
Setiap laboratorium di Jepang memiliki budaya kerja yang berbeda, tergantung pada bidang riset dan karakter profesornya.
Ada yang bersifat santai, tetapi banyak pula yang sangat ketat terhadap waktu dan hasil penelitian.
Selain sistem pendidikan yang kuat, keunggulan lain Jepang terletak pada fasilitas riset yang lengkap.
Mahasiswa dan peneliti memiliki akses terhadap peralatan laboratorium modern yang bisa dioperasikan secara mandiri.
“Mahasiswa diwajibkan bisa mengoperasikan alat sendiri. Bahkan harus tahu cara memperbaikinya jika rusak,” kata Rafiq.
Hal ini berbeda dengan di Indonesia, di mana beberapa mahasiswa masih harus bergantung pada operator laboratorium.

Dedy menambahkan bahwa dukungan dana penelitian di Jepang juga sangat besar.