Bersamaan dengan itu, seni shodou (書道) atau kaligrafi Jepang menjadi cara mengekspresikan jiwa musim melalui sapuan kuas dan tinta.
Media budaya Jepang menggambarkan kaligrafi sebagai refleksi visual dari perubahan alam dan pikiran manusia.
Kelas kaligrafi di berbagai daerah mendorong peserta menulis karakter seperti 紅葉 (kouyou, daun musim gugur) atau 枯 (kare, layu) sebagai latihan merasakan musim melalui gerakan tangan.
Setiap sapuan kuas menjadi bagian dari kearifan lokal Jepang, menumbuhkan kesabaran, harmoni, dan hubungan dengan alam.
Pameran di museum besar menjelaskan bagaimana kaligrafi berkembang dari tulisan kuno menjadi seni yang menampilkan emosi dan nuansa musim.
Saat November tiba, ritme kehidupan di Jepang melambat secara halus.
Banyak orang berjalan santai di jalan yang dipenuhi pohon ginkgo, menikmati teh hangat di taman, atau mempraktikkan seni tradisional di dalam ruangan ketika cahaya siang semakin pendek.
Kebiasaan ini menunjukkan bagaimana tradisi Jepang senantiasa mengikuti siklus musim, menyambut datangnya musim dingin sambil menikmati sisa keemasan musim gugur.
Bagi perencana wisata dan budaya, bulan ini menjadi salah satu waktu terbaik untuk merasakan pengalaman budaya yang lebih mendalam di Jepang.
Sekolah upacara teh di Jepang membagi tahun menjadi dua periode besar, yaitu warime (musim panas) dan fuyuwari (musim dingin).