 
                                    
                                OHAYOJEPANG - Sebelum pindah ke Jepang untuk bekerja, saya sering mendengar berbagai cerita tentang kehidupan di sana.
Sebagian besar cerita menggambarkan Jepang sebagai negara dengan tekanan kerja tinggi dan jam kerja panjang.
Keluarga saya sempat meragukan apakah saya bisa bertahan menghadapi tingkat stres yang katanya ekstrem.
Seperti banyak orang lain, saya juga sempat percaya bahwa bekerja di Jepang berarti hidup tanpa waktu istirahat, terus dikejar target, dan sulit menikmati kehidupan pribadi.
Setelah tinggal dan bekerja di sini, pandangan saya mulai berubah.
Ada tantangan besar yang harus dihadapi, tetapi saya juga menemukan banyak hal yang membantu menjaga keseimbangan, motivasi, dan membuat hidup terasa lebih menyenangkan selama bekerja di Jepang.
Baca juga:
Salah satu hal yang membuat hidup di Jepang terasa lebih mudah adalah kehadiran komunitas Indonesia.
Saat pertama datang, saya sempat merasa kesepian.
Tidak mudah menemukan teman baru atau orang yang bisa diajak berbicara dalam bahasa yang sama.
Namun di mana pun berada, selalu ada komunitas Indonesia yang siap menyambut, meski jumlahnya tidak besar.
Saya masih ingat ketika menghadiri acara stand-up comedy Indonesia di Shinjuku.
Acara itu gratis, lucu, dan terasa begitu dekat dengan keseharian kami sebagai perantau.
Tawa bersama atas lelucon tentang budaya Indonesia membuat saya merasa seperti di rumah lagi.
Saya bertemu banyak orang Indonesia dari berbagai prefektur dan membangun persahabatan baru.
Momen seperti itu membuat saya sadar bahwa saya tidak sendirian di sini.
Banyak orang beranggapan ritme kerja di Jepang jauh lebih cepat dibanding Indonesia.
Pengalaman saya menunjukkan hal itu tidak sepenuhnya benar.
Segalanya bergantung pada jenis pekerjaan, budaya perusahaan, dan industri tempat kita bekerja.
Di Indonesia, saya pernah bekerja di sebuah agensi media.
Pekerjaannya cepat, menuntut, dan sering kali harus lembur demi menyelesaikan proyek tepat waktu.
Sekarang pekerjaan saya di Jepang terasa berbeda.
Saya tidak berhubungan langsung dengan klien, sehingga ritme kerja menjadi lebih tenang dan teratur.
Saya juga tidak bisa bekerja lembur tanpa persetujuan manajer, dan setiap lembur yang dilakukan dibayar sesuai aturan.
Aturan ini mengubah cara saya memandang pekerjaan.
Bekerja bukan soal berapa lama waktu yang dihabiskan, melainkan seberapa efisien kita menyelesaikan tugas.
Saya akhirnya menyadari bahwa cepat atau lambatnya ritme kerja tidak ditentukan oleh negara, tetapi oleh industri dan lingkungan kerja.
Banyak orang percaya keseimbangan antara hidup dan kerja tidak ada di Jepang.
Kenyataannya berbeda dari yang saya bayangkan sebelumnya.
Undang-undang ketenagakerjaan Jepang mewajibkan setiap perusahaan memastikan karyawannya mengambil minimal lima hari cuti berbayar setiap tahun.
Perusahaan yang tidak menjalankan aturan tersebut dapat dikenai sanksi.
Kebijakan ini justru mendorong karyawan agar berlibur dan memiliki waktu untuk beristirahat.
Aturan tersebut membantu mencegah kelelahan kerja dan menjaga keseimbangan hidup karyawan.
Saya cukup terkejut saat mengetahui hal ini karena sebelumnya saya berpikir tidak akan memiliki waktu libur sama sekali.
Setelah menjalani kehidupan di Jepang, saya menyadari bahwa bekerja di sini tidak sesulit bayangan saya dulu.
Ada cara untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan memuaskan di Jepang.
Menjaga hubungan bersama komunitas Indonesia membuat saya merasa lebih dekat dengan rumah.
Ritme kerja yang teratur memberi ruang bernapas dan waktu beradaptasi.
Aturan cuti yang jelas membantu menjaga kesehatan mental serta keseimbangan hidup.
Saya kini percaya bahwa hidup dan bekerja di Jepang tidak sesuram cerita orang.
Tantangan tetap ada, tetapi kehidupan di sini terasa adil, tertata, dan memberi banyak kesempatan untuk tumbuh.
Saya bersyukur telah mengambil keputusan besar ini.
Pengalaman bekerja di Jepang mengajarkan banyak hal tentang keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan.
(Ditulis oleh Langit, seorang perantau Indonesia yang belajar menghargai hal-hal kecil dalam hidup.)