OHAYOJEPANG - Event Cosplay Mega Expo 2025 diselenggarakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pada 18-19 Oktober 2025.
Tiga cosplayer Niko (22), Mizu (20), dan Al (23), berbagi pengalaman mereka tentang hobi cosplay yang kini menjadi bagian penting dari kehidupan mereka.
Ketiganya berdomisili di Jakarta dan Bekasi, dan sama-sama tampil membawakan karakter dari game Love and Deepspace dalam acara Cosplay Expo di Stadion Utama GBK.
Niko memilih menjadi Xavier, tokoh berkepribadian kalem nan berhati baik.
Sementara Mizu tampil sebagai MC dari game yang sama, dan Al menjadi Sylus yang dikenal dengan sifatnya yang sedikit barbar.
Bagi mereka, setiap karakter punya pesona tersendiri yang membuat proses cosplay terasa menyenangkan sekaligus bermakna.
Bagi ketiganya, cosplay bukan hanya sekedar hobi.
Aktivitas ini menjadi ruang untuk mengekspresikan diri dan menemukan kenyamanan dalam berinteraksi dengan sesama penggemar.
“Cosplay itu tempat kita bisa bersikap bebas dan jadi diri sendiri di sini tanpa takut dihakimi,” kata Mizu saat diwawancarai oleh OHAYO JEPANG di Stadion utama GBK pada Minggu (19/10/2025).
Niko menambahkan bahwa cosplay memberinya rasa percaya diri dan kebebasan, karena melalui kegiatan itu ia bisa lebih leluasa bersikap dan merasa lebih nyaman.
Selain menjadi wadah ekspresi, cosplay juga membuka kesempatan untuk bertemu teman baru.
Al mengaku bahwa komunitas cosplay membuatnya merasa diterima.
“Orang yang tadinya nggak kenal bisa langsung jadi akrab, bisa ngobrol ngalor-ngidul, terus besok ketemu lagi di event lain,” kata Al saat diwawancarai oleh OHAYO JEPANG di Stadion utama GBK pada Minggu (19/10/2025).
Kebersamaan dan dukungan dari sesama cosplayer menjadi salah satu alasan mereka terus aktif mengikuti acara.
Bagi mereka, setiap event bukan hanya ajang pamer kostum, tetapi juga ruang berbagi cerita dan pengalaman.
Setiap kostum yang mereka kenakan melewati proses yang tidak singkat.
Niko misalnya, selalu melakukan riset lebih dulu sebelum memutuskan karakter yang akan diperankan.
Ia memperhatikan detail desain dan kepribadian karakter untuk memastikan kecocokan.
“Aku lebih suka kostum yang simple, biasanya aku kasih ukuran ke maker, nanti dibuatin,” jelas Niko saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang di Stadion utama GBK pada Minggu (19/10/2025).
Sedangkan Mizu membeli kostumnya langsung dari Tiongkok karena ingin hasil yang sesuai dengan karakter pilihannya.
Proses pembuatannya memakan waktu sekitar dua bulan, termasuk pengiriman.
Sementara Niko mengatakan bahwa ia sendiri sangat suka dengan karakter Xavier.
“Aku suka banget sama Xavier, jadi sekalian beli bajunya juga buat koleksi,” katanya.
Sementara Al lebih memilih untuk melakukan improvisasi pada kostumnya.
Ia membeli pakaian yang mirip, lalu menyesuaikan sendiri agar mendekati tampilan karakter aslinya.
“Aku lebih ke improve aja sih, yang penting mirip dan nyaman dipakai,” kata Al.
Soal harga, kostum mereka bervariasi.
Mizu menyebut kisaran harga mulai Rp 300.000 untuk versi free brand, sementara Niko mengeluarkan sekitar Rp 500.000 untuk kostum hasil modifikasi sendiri.
Sedangkan Al mengatakan biaya terbesar justru terletak pada wig atau rambut palsu, yang bisa mencapai Rp 2,5 juta, terutama jika perlu di-styling ulang.
Di balik tampilan menarik saat event, ada berbagai tantangan yang harus mereka hadapi.
Niko mengaku kesulitan terbesar justru pada bagian wig dan riasan.
“Kadang wig-nya harus di-styling dulu sebelum acara, belum lagi kalau makeup-nya nggak bisa sendiri,” ucap Niko.
Mizu menghadapi kendala saat proses impor kostum dari luar negeri.
Barang yang dipesan sering tertahan di bea cukai sehingga waktu pengiriman menjadi lebih lama.
Ia mengatakan bahwa masa penahanan di gudang atau redline itu menjadi hal yang paling menyebalkan.
Al juga pernah mengalami kesulitan serupa, terutama dalam penataan wig.
Meski begitu, ia mengaku tetap menikmati prosesnya.
“Kalau wig-nya salah potong ya harus diperbaiki lagi, tapi seru aja,” tutur Al.
Dari sisi keuangan, mereka punya cara masing-masing untuk mengatur pengeluaran.
Niko memilih menabung jauh-jauh hari sebelum acara, sementara Mizu kadang melakukan sistem deposit saat pemesanan.
Al yang lebih hemat biasanya mencicil pembelian kostum dan menyesuaikannya sendiri.
Tak semua cosplayer mendapat dukungan langsung dari keluarga.
Niko mengaku belum ada satupun anggota keluarganya yang tahu tentang hobinya.
“Sengaja nggak aku kasih tahu, ini hobi pribadi aja,” kata Niko.
Berbeda dengan Mizu yang mendapat dukungan penuh dari keluarga dan teman-temannya.
“Sepupu aku tahu dan mereka support, teman-temanku juga ikut senang,” ujar Mizu.
Sementara Al harus menutupi kegiatannya dari orang tua.
“Aku bilangnya ada kerjaan atau meeting, padahal mau ke event,” kata Al.
Meski begitu, ia tetap merasa beruntung karena teman-teman sesama cosplayer banyak yang memberi semangat.
Bagi mereka yang ingin mulai mencoba cosplay, ketiganya sepakat bahwa tidak ada waktu yang terlambat.
“Cosplay itu bisa dimulai kapan saja, dan ngga ada batas umur atau waktu juga,” kata Niko.
Mizu menyarankan agar pemula memilih karakter yang sederhana terlebih dahulu.
“Kenali dulu aja karakter yang disukai, buat awal-awal pilih yang simple aja biar nggak ribet,” ujar Mizu.
Al menambahkan bahwa inti dari cosplay adalah menikmati prosesnya.
“Yang penting suka sama karakternya, event itu buat have fun, bukan karena keterpaksaan,” katanya.
Melalui pengalaman mereka, terlihat bahwa cosplay bukan sekadar soal kostum atau penampilan.
Lebih dari itu, cosplay menjadi wadah untuk berekspresi, bertemu komunitas yang hangat, dan menemukan kebahagiaan dalam menjadi diri sendiri.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)