Taufik mengatakan bahwa kebanggaan sesungguhnya muncul ketika para peserta pulang ke Indonesia dan mampu menerapkan hasil pengalaman magangnya.
“Jepang itu hanya batu loncatan, saya bangga kalau mereka bisa memanfaatkan hasil magangnya untuk mewujudkan cita-cita seperti membuka usaha atau membangun kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.
Nabil pun memiliki pandangan serupa.
Ia menilai bahwa magang bukan sekadar kesempatan bekerja di luar negeri, melainkan proses pembentukan diri untuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh.
Banyak peserta yang kembali dengan kemampuan baru, tabungan, serta rencana hidup yang lebih matang.
“Saya bangga kalau melihat mantan peserta sudah punya usaha sendiri atau membangun rumah, karena itu berarti tujuan mereka tercapai,” tambah Nabil.
Sedangkan bagi Bowo, pelatihan menjadi bentuk pengembangan kualitas agar peserta tidak hanya berorientasi pada magang, tetapi juga karir jangka panjang di dunia internasional.
Melalui sistem pelatihan yang disiplin, evaluasi ketat, dan pendampingan intensif, LPK menjadi ruang pembentukan karakter bagi generasi muda Indonesia.
Dari ruang kelas hingga asrama, para peserta ditempa untuk memahami arti tanggung jawab dan kerja keras dua hal yang menjadi kunci agar mereka dapat berdiri sejajar di dunia kerja Jepang.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)