Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Fakta & Data

Serangan Beruang Ganggu Wisata Jepang, Pemerintah Ambil Langkah Darurat

Kompas.com - 09/10/2025, 12:45 WIB

OHAYOJEPANG - Lonjakan serangan beruang di Jepang membuat pemerintah mengambil langkah baru dengan melonggarkan aturan tentang penembakan darurat di area permukiman.

Langkah ini diambil menyusul meningkatnya jumlah serangan beruang yang menimbulkan korban jiwa dan kekhawatiran publik terhadap keamanan di wilayah utara Jepang.

Sejak April 2025, tercatat enam korban meninggal akibat serangan beruang.

Angka itu menyamai rekor tertinggi yang tercatat dari April 2023 hingga Maret 2024 menurut data Kementerian Lingkungan Hidup Jepang per Senin (6/10/2025).

Dua kematian baru-baru ini juga diduga akibat serangan beruang, meski belum dikonfirmasi secara resmi.

Para ahli menyebut kasus beruang masuk ke area tempat tinggal meningkat tajam dibanding beberapa tahun terakhir.

Melalui revisi undang-undang perlindungan dan pengelolaan satwa liar yang mulai berlaku pada September, pemerintah daerah kini memiliki kewenangan lebih luas.

Mereka dapat mengizinkan pemburu menembak beruang di area penduduk tanpa harus menunggu izin dari polisi.

Kebijakan ini muncul di tengah kekhawatiran apakah pemerintah lokal memiliki cukup pemburu berpengalaman yang mampu bertindak cepat tanpa membahayakan warga sekitar.

Baca juga:

Dampak pada Pariwisata Jepang

Melansir Kyodo News (9/10/2025), kasus serangan beruang tidak hanya mengancam warga, melainkan juga mulai berdampak pada sektor pariwisata Jepang.

Awal Oktober, seorang turis asal Spanyol terluka setelah diserang anak beruang di desa warisan dunia Shirakawa, Prefektur Gifu.

Di Shiretoko, Hokkaido, jalur pendakian ditutup setelah terjadi serangan beruang fatal pada Agustus.

Meskipun daerah tersebut jauh dari wilayah yang termasuk dalam kebijakan baru, kejadian itu menunjukkan peningkatan perjumpaan dengan beruang di Jepang.

Situasi ini berpengaruh langsung pada keamanan dan citra destinasi wisata alam negara tersebut.

Beberapa wisatawan asing berharap pemerintah dapat memberikan informasi dan peringatan lebih cepat dalam bahasa Inggris, terutama melalui media sosial.

Arthur Santiago, turis asal Amerika Serikat yang berkunjung ke Shiretoko pada 22 September, mengatakan bahwa ia dan rombongannya menyadari risiko tersebut.

Mereka memilih bepergian bersama pemandu yang berpengalaman.

“Saya lebih khawatir seseorang mungkin akan menembak seekor beruang karena mereka takut demi melindungi saya,” ujar turis asal Inggris Catherine Phillipson.

Kekhawatiran ini menggambarkan dilema yang kini dihadapi Jepang.

Antara menjaga keselamatan manusia dan mempertahankan keseimbangan hidup berdampingan dengan alam liar.

Seekor beruang masuk ke dalam sebuah supermarket di Kota Numata, Prefektur Gunma, pada 7 Oktober 2025.
Seekor beruang masuk ke dalam sebuah supermarket di Kota Numata, Prefektur Gunma, pada 7 Oktober 2025.

Peningkatan Perjumpaan Beruang di Area Permukiman

Data dari pemerintah kota Sapporo di Hokkaido mencatat 71 penampakan beruang coklat selama September, lima kali lebih banyak dibanding periode yang sama tahun lalu.

Angka itu menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir.

“Beruang semakin dekat dengan manusia, mendatangi area tempat tinggal. Yang menakutkan adalah ketika mereka mulai menyerang,” kata Ryoji Suzuki (76), ketua asosiasi pemburu di Otsuki, Prefektur Yamanashi.

Para ahli menjelaskan bahwa meningkatnya populasi beruang di area permukiman dipicu oleh menyusutnya komunitas pedesaan dan lahan pertanian yang terbengkalai.

Dulu, lahan tersebut menjadi pembatas alami antara hutan dan pemukiman warga.

Lahan yang tidak lagi digarap membuat wilayah gelap dan sepi pada malam hari, memungkinkan beruang masuk mencari makanan tanpa gangguan.

Faktor perubahan iklim juga diyakini memengaruhi ketersediaan pangan di alam liar, sehingga mendorong beruang bergerak lebih dekat ke pemukiman manusia.

Di sisi lain, jumlah pemburu yang bisa menanggulangi situasi ini terus menurun karena faktor usia.

Kekurangan Pemburu dan Seruan Pendekatan Ilmiah

Pada 1976, Jepang memiliki sekitar 500.000 orang pemegang lisensi berburu tingkat pertama yang diakui Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun, sejak 2012 jumlahnya menurun drastis menjadi kurang dari 100.000 orang.

“Selama ini kita yang mengelilingi satwa liar. Tapi saya khawatir nanti giliran kita yang akan dikepung,” kata Suzuko Tsunoda (39), pemburu termuda dari sekitar 35 anggota asosiasi pemburu di Yamanashi.

Ia mengaku belajar berburu dari seniornya.

Ia menekankan bahwa keahlian memahami medan pegunungan dan perilaku hewan butuh waktu lama untuk dikuasai.

“Saya khawatir para pemburu senior akan habis dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.

Suzuki yang sudah berpengalaman selama hampir 40 tahun menegaskan bahwa menembak beruang bukan sekadar menarik pelatuk.

Pasalnya, proses mengangkut dan menangani bangkai hewan memerlukan keahlian dan kerja sama tim.

Beberapa ahli memperingatkan bahwa pelonggaran aturan ini bisa meningkatkan risiko keselamatan publik, terutama di area permukiman padat di mana peluru nyasar bisa berakibat fatal.

Menurut profesor Universitas Pertanian dan Teknologi Tokyo sekaligus ketua Japan Bear Network Shinsuke Koike, Jepang seharusnya tidak hanya fokus pada penembakan di lokasi kejadian.

Menurutnya, perlu ada pendekatan ilmiah dan edukasi publik, termasuk analisis pergerakan beruang, pelatihan staf, dan sistem pengelolaan satwa liar di tingkat lokal.

“Selalu ada faktor yang menyebabkan beruang muncul di area perkotaan. Jika kita tidak belajar dari kasus sebelumnya, kejadian serupa akan terus berulang,” ujarnya.

© Kyodo News

Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.