OHAYOJEPANG - Serangan beruang di Jepang semakin sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir.
Bahkan, hewan liar ini mulai memasuki wilayah padat penduduk dan tempat umum seperti toko hingga kawasan wisata.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran di berbagai daerah, terutama di tengah meningkatnya laporan serangan terhadap warga.
Pemerintah Jepang pun mengambil langkah serius dengan merevisi undang-undang agar penanganan darurat bisa dilakukan lebih cepat ketika beruang masuk ke area berpenduduk.
Berdasarkan laporan Kyodo News, sejumlah insiden terjadi sejak awal September hingga Oktober 2025 di beberapa prefektur, termasuk Gunma dan Gifu.
Setiap kasus menunjukkan pola serupa, yaitu beruang yang tersesat atau keluar dari habitatnya dan kemudian berhadapan langsung dengan manusia.
Baca juga:
Pada Selasa malam (7/10/2025), seekor beruang masuk ke sebuah supermarket di Prefektur Gunma.
Hewan itu menyerang dua pelanggan hingga menyebabkan luka ringan. Salah satu korban dibawa ke rumah sakit.
Sementara beruang yang belum diketahui spesiesnya melarikan diri setelah sekitar 10 hingga 15 menit berada di dalam toko.
Rekaman kamera keamanan menunjukkan beruang itu tampak sudah dewasa dengan panjang tubuh sekitar 1,4 meter.
Polisi segera menggunakan mobil patroli untuk memperingatkan warga agar tidak keluar rumah dan tetap waspada.
Kejadian ini berlangsung di Kota Numata, sekitar dua kilometer dari Stasiun JR Numata dekat Sungai Tone.
Polisi juga melaporkan bahwa pada siang hari sebelumnya, beruang telah terlihat di lokasi yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tempat kejadian.
Manajer toko yang sempat berhadapan dengan hewan tersebut mengatakan bahwa beruang itu tampak kebingungan dan tidak menunjukkan tanda sedang mencari makanan.
“Menurut saya, beruang itu terlihat bingung dan seperti tidak tahu harus ke mana,” ujar manajer toko tersebut.
Dua pelanggan yang terluka masing-masing berusia 69 dan 76 tahun, sedangkan seorang karyawan juga sempat bersentuhan dengan beruang saat mengevakuasi pelanggan.
Sehari sebelumnya, pada Minggu pagi (6/10/2025), seorang turis laki-laki asal Spanyol berusia 40 tahun diserang oleh seekor anak beruang di desa wisata pegunungan Shirakawa, Prefektur Gifu.
Korban mengalami luka ringan di lengan kanan setelah diserang saat berjalan bersama rekannya.
Mereka melihat anak beruang keluar dari semak di dekat halte bus wisata sebelum serangan terjadi.
Pemerintah daerah setempat langsung menutup jalur menuju area observatorium yang menghadap ke kawasan Shirakawa-go.
Polisi dan pemburu kini melakukan pencarian terhadap beruang tersebut.
Serangan di Shirakawa-go menambah daftar panjang insiden beruang di berbagai wilayah Jepang dalam beberapa bulan terakhir, termasuk beberapa kasus yang berujung fatal.
Lonjakan kasus serangan beruang membuat pemerintah Jepang memberlakukan revisi undang-undang perlindungan dan pengelolaan satwa liar pada 1 September 2025.
Perubahan ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menugaskan pemburu melakukan penembakan darurat atau emergency shootings terhadap hewan berbahaya seperti beruang di kawasan berpenduduk.
Sebelumnya, penembakan hewan liar di ruang publik umumnya dilarang dan hanya bisa dilakukan oleh polisi dalam situasi ancaman langsung.
Langkah ini diambil karena jumlah beruang yang masuk ke kota terus meningkat seiring berkurangnya populasi manusia di daerah pedesaan.
Data pemerintah menunjukkan terdapat 219 korban akibat serangan beruang dalam setahun hingga Maret 2024, jumlah tertinggi yang pernah tercatat.
Dari April hingga Juli 2025 saja sudah ada 55 kasus baru, menunjukkan tren peningkatan yang masih berlanjut.
Revisi tersebut memungkinkan kepala pemerintah daerah menyetujui penembakan darurat terhadap beruang cokelat maupun beruang hitam di wilayah padat penduduk.
Hal itu selama langkah pencegahan lain tidak memungkinkan dan tidak ada risiko peluru nyasar ke warga.
Kementerian Lingkungan Hidup Jepang menerbitkan panduan pelaksanaan pada Juli 2025, yang mengatur kerja sama antara pemerintah daerah, kepolisian, dan asosiasi pemburu.
Langkah keselamatan seperti pembatasan akses publik dan evakuasi warga diwajibkan sebelum dilakukan tindakan penembakan darurat.
Pedoman itu juga menekankan pentingnya memastikan adanya backstop seperti lereng atau bantaran sungai yang dapat menghentikan peluru jika meleset.
Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Keiichiro Asao, mengatakan bahwa pemerintah akan memberikan pelatihan, berbagi contoh kasus, dan dukungan keuangan agar kebijakan ini dapat diterapkan dengan aman di seluruh daerah.
Kasus di Gunma dan Gifu menunjukkan bahwa ancaman beruang kini tidak hanya terbatas di hutan atau pegunungan, melainkan juga dapat terjadi di area permukiman dan fasilitas umum.
Warga diminta tetap waspada, terutama menjelang musim gugur saat beruang aktif mencari makanan sebelum berhibernasi.
Pemerintah Jepang kini berupaya menyeimbangkan antara perlindungan satwa liar dan keselamatan publik.
Meskipun penembakan darurat sudah diizinkan, kebijakan ini ditegaskan sebagai langkah terakhir setelah semua cara pencegahan lain tidak berhasil.
Bagi masyarakat di daerah rawan serangan, kewaspadaan kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Pertemuan dengan beruang yang dulunya jarang terjadi kini menjadi ancaman nyata, bahkan di tempat yang tidak terduga seperti pusat perbelanjaan atau kawasan wisata.
© Kyodo News