OHAYOJEPANG - Shusse-imo adalah kudapan tradisional dari Prefektur Tokushima, khususnya di Kota Kaiyō dan wilayah selatan.
Kudapan ini dibuat dari umbi yang dibentuk silinder, lalu diselimuti pasta kacang merah halus atau koshian.
Setelah itu, adonan dipotong melintang sehingga menghasilkan irisan dengan tampilan cantik.
Keunikan ini membuat shusse-imo dikenal bukan hanya sebagai makanan, tetapi juga sebagai simbol keberuntungan.
Baca juga:
Shusse-imo lahir pada masa masyarakat selatan Tokushima mengalami kekurangan beras.
Sebagai pengganti, mereka memanfaatkan aneka umbi seperti talas atau ubi jalar untuk diolah menjadi makanan sehari-hari.
Dalam proses kreativitas itu, shusse-imo tercipta sebagai alternatif ohagi, yakni kue beras ketan yang juga dibalut pasta kacang merah.
umbi dianggap bisa naik derajat setara dengan beras, sehingga kudapan ini diberi nama shusse-imo.
Secara harfiah, nama itu bermakna “umbi yang meraih kemajuan” atau “umbi yang naik pangkat.”
Makna simbolis ini menjadikan shusse-imo sebagai makanan keberuntungan yang erat dengan doa dan harapan baik.
Awalnya, masyarakat menggunakan talas sebagai bahan dasar shusse-imo.
Namun, kini ubi jalar lebih sering dipakai karena mudah ditemukan dan memberi rasa manis alami.
Ubi jalar dipadukan dengan pasta kacang merah sehingga menghasilkan kombinasi mengenyangkan sekaligus bernutrisi.
Pasta kacang merah menyumbang polifenol, sedangkan ubi jalar kaya vitamin dan kalium.
Kandungan serat dari kedua bahan ini juga membuat shusse-imo lebih sehat dibanding camilan biasa.
Dengan keunggulan tersebut, shusse-imo bukan sekadar kudapan tradisional, tetapi juga makanan bergizi yang relevan dengan gaya hidup modern.
Shusse-imo kerap disajikan dalam momen penuh harapan baik.
Hidangan ini muncul pada perayaan kelahiran bayi laki-laki, Tango no Sekku atau Hari Anak Laki-laki setiap 5 Mei, hingga pernikahan pada beberapa kesempatan.
Pemilihan shusse-imo dalam acara tersebut tidak terlepas dari namanya yang membawa simbol kemajuan.
Dengan menyajikan kudapan ini, masyarakat berharap hadirnya keberuntungan bagi keluarga maupun generasi baru.
Masyarakat Tokushima terus menjaga keberadaan shusse-imo lewat berbagai kegiatan budaya dan pendidikan pangan.
Resepnya diperkenalkan dalam program seperti “Tokushima no Kyōdo Ryōri” dan “Tokushima no Shokuiku Ōendan.”
Di Kaiyō, pada 2011 pernah digelar pengumpulan resep berbahan lokal bertajuk “Karada ni Oishii - Kaiyō no Genki Oyatsu o Tsukurō!”
Dalam kegiatan itu, shusse-imo juga diajukan sebagai salah satu variasi camilan lokal.
Upaya tersebut membuat shusse-imo semakin dikenal sebagai camilan rumahan yang mudah dibuat hingga sekarang.
Dengan cara ini, tradisi kuliner tetap hidup sekaligus memberi ruang untuk inovasi generasi baru.
Disediakan oleh: Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries website (https://www.maff.go.jp/j/keikaku/syokubunka/k_ryouri/search_menu/menu/44_6_tokushima.html).
Disusun oleh Karaksa Media Partner, berdasarkan "うちの郷土料理 次世代に伝えたい大切な味 徳島県 出世いも(しゅっせいも)" (Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries) (https://www.maff.go.jp/j/keikaku/syokubunka/k_ryouri/search_menu/menu/44_6_tokushima.html)
Penulis: Karaksa Media Partner (August 2025)
@ohayo_jepang 📱Kenapa sih HP Jepang selalu bunyi waktu foto? Kalau kamu pakai HP versi Jepang, meskipun udah silent atau volume 0, suara ‘cekrek’-nya tetap bunyi keras! Bukan error, bukan HP-nya jadul… Tapi emang sengaja dibikin nggak bisa dimatiin. Biar nggak ada yang foto diam-diam, apalagi di tempat umum kayak kereta atau eskalator. Jadi kalau kamu bawa HP Jepang ke Indonesia, siap-siap agak heboh dikit tiap jepret 🤣 Kreator Konten: Salma Aichi Produser: Luthfi Kurniawan Penulis: Yuharrani Aisyah Polling: Aturan ini menurut kamu perlu gak sihh?? #OhayoJepang #HidupdiJepang #KerjadiJepang #MagangdiJepang #Tinggaldijepang #BudayaJepang ♬ suara asli - Ohayo Jepang