Sembari mengelola bar, Ian bertemu seorang teman Jepang yang dikenalnya saat berselancar bersama di Bali.
"Akhirnya ketemu lagi di Jepang. Terus saya sering mengajak dia setiap ada acara komunitas. Saya undang dia, 'ayo ngumpul bareng'. Kita ngumpul bareng sama orang Indonesia. Terus ada acara Indonesia Festival, sering saya undang juga," jelas Ian tentang caranya membangun pertemanan.
Melihat Ian sukses mengelola bar yang ramai tetapi berkapasitas terbatas, temannya menyarankan agar Ian membuka kafe sendiri.
"Kalau saya sendiri sih, saya enggak sanggup. Dari segi modal juga, modalnya gede. Terus kalau pakai nama saya sendiri juga susah. Sekarang saya juga orang asing," terang Ian menjawab pertanyaan sang teman.
"Akhirnya yaudah, 'kalau mau yuk kita jalan bareng'. Terus dia juga, kebetulan juga senang masakan Indonesia ya," lanjut Ian.
Proses pencarian lokasi untuk kafenya memakan waktu hingga dua tahun.
Ia melakukan survei ke berbagai tempat, termasuk Ueno, tetapi banyak yang tidak cocok karena harga sewa yang mahal atau tempat yang terlalu kecil.
Akhirnya, ia menemukan lokasi yang tepat di Kamata, Tokyo.
Lokasi ini strategis, hanya berjarak 10 menit jalan kaki dari rumahnya dan tiga menit dari stasiun kereta JR Kamata.
Kafe yang menyediakan masakan Nusantara ini pun dapat dicapai dalam 20 menit naik taksi dari Bandara Haneda.