Selama enam tahun, Ian bekerja di pabrik yang memproduksi tutup botol plastik itu.
Tantangan baru pun muncul. Mesin di pabrik tersebut menggunakan instruksi dalam huruf kanji, yang tidak ia kuasai.
Namun, dengan tekad untuk belajar, ia menyiasatinya dengan mencatat dan menerjemahkan tulisan kanji tersebut ke dalam Bahasa Indonesia agar bisa mengoperasikan mesin.
Sambil bekerja di pabrik kedua, Ian mulai merintis jalan menuju mimpinya.
Ia mendapat tawaran mengelola bar milik kakak iparnya.
"Saya ditawarin buka bar waktu awal mulanya. Di bar ini punyanya kakak ipar, sudah mau habis kontrak. Waktu itu masih ada sisa lima bulan. Di situ akhirnya saya yang jaga, daripada enggak dipakai," terang Ian.
Sembari mengelola bar pada malam hari, ia juga mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah gemba.
Di sana, Ian bekerja bersama orang Indonesia, atasannya pun teman seperjuangannya di Bali.
Bar kecil yang ia kelola menjadi tempat teman-temannya berkumpul.
Melihat antusiasme teman-temannya, ia semakin terdorong untuk menciptakan tempat yang lebih besar dan nyaman.