OHAYOJEPANG - Saat pertama kali datang ke Jepang, mesin self-checkout menjadi salah satu hal yang langsung menarik perhatian.
Mesin ini ada di banyak tempat, mulai dari supermarket, convenience store, toko pakaian, hingga drugstore.
Bagi orang Jepang, keberadaan self-checkout sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Bagi pendatang baru, pengalaman pertama melihat dan mencobanya terasa menarik.
Sistem ini membuat proses pembayaran terasa lebih cepat dan lebih mudah.
Kesalahan pengembalian uang juga berkurang karena mesin menghitung semuanya secara otomatis.
Saat menerima kembalian, jumlahnya selalu tepat.
Pengalaman ini terasa berbeda dibandingkan Indonesia, tempat situasi tidak ada uang kembalian lalu diganti permen masih bisa ditemui.
Baca juga:
Setelah tinggal beberapa waktu, perbedaan jenis self-checkout di berbagai toko terlihat semakin jelas.
Salah satu yang paling sering ditemui adalah self-checkout dengan pendampingan staf.
Pada sistem ini, staf memindai barang belanjaan dan pembeli cukup melakukan pembayaran di mesin yang ada di sebelah kasir.
Jenis ini banyak muncul di konbini dan supermarket kecil.
Jenis berikutnya adalah full self-checkout yang memungkinkan pembeli memindai semua barang secara mandiri.
Pada pengalaman pertama mencoba, proses ini terasa cukup menyenangkan.
Proses memindai, mendengar bunyi 'beep' dan mengemas barang sendiri memberikan sensasi seperti bermain gim sederhana.
Jenis ketiga adalah pemindaian otomatis yang digunakan di toko seperti Uniqlo atau GU.
Pada sistem ini, semua barang terbaca otomatis hanya dengan meletakkan keranjang ke dalam kotak pemindaian.
Seluruh barang langsung terbaca dalam hitungan detik tanpa memindai satu per satu.
Proses tersebut terasa sangat mulus saat dicoba.
Selain itu, ada mesin khusus di Lawson yang memungkinkan pembeli membeli dan mencetak tiket konser atau tiket tempat wisata.
Mesin ini memberi kemudahan membeli tiket sambil membeli kopi atau camilan.
Pengalaman lain muncul saat membeli buah dan sayur menggunakan self-checkout di Jepang.
Sebagian besar buah dan sayur dijual dengan harga per item, bukan berdasarkan berat.
Saat proses pembayaran, pembeli tinggal memasukkan jumlah yang dibeli.
Cara ini berbeda dibandingkan Indonesia yang menggunakan sistem timbang sebelum membayar.
Pembeli di Indonesia perlu menuju meja timbang terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembayaran.
Perbedaan kecil ini membuat proses belanja di Jepang terasa lebih ringkas.
Setiap langkah dalam sistem belanja dirancang supaya proses menjadi cepat dan mudah bagi pembeli maupun staf.
Penggunaan self-checkout di Jepang perlahan menjadi kebiasaan sehari-hari.
Pengalaman yang awalnya baru dan membingungkan berubah menjadi rutinitas yang terasa natural.
Setiap kali memindai barang dan mendengar bunyi 'beep', rasa praktis dari teknologi ini semakin terasa.
Kehadiran mesin self-checkout menjadi pengingat tentang efisiensi layanan sehari-hari di Jepang.
Hal sederhana seperti membayar belanjaan pun terasa lebih cepat.
Rutinitas ini memberi kenyamanan dalam aktivitas harian selama tinggal di Jepang.
Pengalaman tersebut memperlihatkan bagaimana teknologi digunakan dalam aktivitas kecil sehari-hari.
Disediakan oleh: Hazuvlen, seseorang yang sering berjalan-jalan di Tokyo sambil membawa makanan penutup