OHAYOJEPANG - Bulan November di Jepang menandai masa panen buah-buahan yang mencerminkan ciri khas Jepang dan tradisi Jepang.
Buah seperti kaki (kesemek), nashi (pir Jepang), budou (anggur), dan ringo (apel) memenuhi pasar, kebun, dan meja makan, menghadirkan kehangatan di tengah udara yang mulai dingin.
Setiap buah membawa makna tersendiri dalam budaya Jepang, menjadi simbol hubungan antara alam, musim, dan rasa syukur atas hasil bumi.
Baca juga:
Pir Jepang atau nashi menempati posisi penting dalam hidangan musim gugur.
Data dari Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang (MAFF) menunjukkan bahwa panen nashi bergaya Barat dalam beberapa tahun terakhir memiliki volume produksi yang stabil.
Dalam budaya kuliner Jepang, nashi dikenal karena rasa manis dan kerenyahannya, dua hal yang juga menjadi ciri khas ringo (apel).
Ringo mencapai puncak cita rasanya pada bulan November ketika udara menjadi sejuk dan kering.
Kedua buah ini dianggap sebagai bentuk rasa syukur terhadap alam, mencerminkan nilai tradisi Jepang yang menekankan keseimbangan dan penghargaan pada musim.
Banyak orang menganggap anggur sebagai buah musim panas, padahal di Jepang beberapa varietas seperti Kyoho dan Shine Muscat masih bisa dinikmati hingga Oktober dan awal November.
Panduan wisata di Prefektur Nagano mencatat kegiatan memetik anggur sebagai salah satu aktivitas pedesaan yang populer di musim gugur.
Kegiatan ini memperlihatkan bagaimana budaya pangan Jepang tidak dibatasi oleh kalender bulanan, tetapi mengikuti perubahan alam yang bertahap.
Kehadiran budou di akhir musim gugur menegaskan cara masyarakat Jepang menikmati transisi antar-musim melalui cita rasa dan pengalaman langsung di alam terbuka.
Dari semua buah musim gugur, kaki atau kesemek menjadi yang paling ikonik di Jepang.
Buah ini muncul di pasar dan kebun pada bulan Oktober hingga November, bahkan sering dikeringkan menjadi hoshigaki sebagai persiapan untuk musim dingin.
Bagi masyarakat Jepang, kaki bukan hanya buah. Kehadirannya menjadi simbol perubahan musim dan bentuk nyata dari nilai tradisi Jepang yang menghargai harmoni antara alam dan waktu.
Warna oranye kaki yang mencolok di antara ranting pohon tanpa daun menghadirkan nuansa hangat di tengah musim yang dingin.
Dalam banyak rumah, kaki disajikan kepada tamu sebagai wujud omotenashi atau keramahan khas Jepang.
Dalam kalender puisi Jepang, kaki bahkan dianggap sebagai kigo atau kata musiman yang mewakili musim gugur dalam karya haiku.
Ketika seseorang menggigit kaki matang di bulan November, ia tidak hanya menikmati rasa manis buah, tetapi juga menyentuh warisan sastra dan budaya yang telah hidup selama berabad-abad.
Konsep shun (旬) dalam kuliner Jepang menekankan pentingnya menikmati bahan makanan pada saat puncak musimnya.
Menurut data dari MAFF, musim gugur menjadi periode panen paling kaya di Jepang, dengan lebih dari 150 bahan pangan mencapai kematangan terbaik.
Buah seperti kaki, nashi, ringo, dan budou bukan hanya bagian dari menu harian, tetapi juga representasi ciri khas Jepang dalam hal ketepatan, keindahan, dan kesadaran terhadap siklus alam.
Kunjungan ke kebun buah di bulan November memberikan pengalaman yang mencerminkan filosofi hidup masyarakat Jepang; berjalan perlahan, mencicipi rasa alami, dan mensyukuri setiap momen kecil.
Masyarakat Jepang melihat buah-buahan musim gugur sebagai cara sederhana untuk merayakan alam, rasa, dan waktu.
Dari kaki yang manis, nashi yang renyah, hingga budou dan ringo yang segar, semuanya menyatukan keindahan alam dan nilai budaya dalam satu gigitan.
Sumber: