Ubi jalar dikenal tahan terhadap tanah miskin dan bernutrisi tinggi sehingga pernah menjadi bahan pangan utama di berbagai prefektur pada masa sulit.
Panggilan yaki-imo di musim gugur bukan sekadar urusan jual beli.
Ia adalah tanda pergantian musim, waktu panen, dan pengingat akan kehangatan sederhana di tengah udara dingin.
Setiap kali truk yaki-imo muncul di sudut jalan, aroma ubinya membawa kenangan masa kecil, sore minggu di lingkungan rumah, dan rasa damai di bawah langit musim gugur.
Kehadiran ubi ungu Jepang memperkaya pengalaman ini dengan warna yang menenangkan, tekstur lebih padat, dan rasa manis yang lembut.
Dari proses memanggang, mengukus, hingga diolah menjadi manisan, ubi Jepang mencerminkan hubungan erat antara alam, musim, dan manusia.
Rasa yang muncul bukan hanya dari bahan, tetapi dari waktu yang melekat di dalamnya, menghadirkan kehangatan yang tumbuh bersama setiap musim gugur datang kembali.
Yaki-imo bukan sekadar makanan, melainkan simbol bagaimana rasa, aroma, dan kenangan bisa menjahit manusia dengan alam sekitarnya.
Sumber: