OHAYOJEPANG - Bulan November di Jepang identik dengan perubahan musim dan berbagai festival yang menandai datangnya musim gugur.
Dari festival tradisional bersejarah hingga perayaan cahaya di kuil terkenal, masyarakat Jepang merayakan bulan ini dengan cara yang penuh makna.
Berikut delapan festival menarik di Jepang yang berlangsung pada bulan November:
Baca Juga:
Tori no Ichi yang berarti “Hari Ayam Pertama”, merupakan festival yang telah ada sejak zaman Edo.
Festival ini diadakan setiap hari ayam dalam kalender lunar bulan Novem
ber di berbagai kuil dan kuil Buddha di seluruh Jepang.
Melansir Go Tokyo, di kawasan Asakusa, Tokyo, perayaan ini biasanya berpusat di Kuil Otori dan Kuil Chokokuji.
Suasana sekitar lokasi festival meriah hingga larut malam dengan deretan pedagang yang menjual kumade garpu bambu berhias emas, perak, dan berbagai simbol keberuntungan.
Kumade dipercaya dapat “menyapu” rezeki dan kesuksesan bagi pemiliknya.
Harganya bervariasi, dari ukuran kecil hingga besar, dan semakin besar ukurannya, semakin tinggi pula nilainya.

Festival Doburoku diadakan setiap tahun di desa Shirakawa-go, Prefektur Gifu, sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen.
Melansir Shirakawa-go Tourist Information, rangkaian perayaan berlangsung di beberapa kuil antara tanggal 14 hingga 19 Oktober.
Dalam perayaan ini, masyarakat membawa mikoshi (kuil portabel) berkeliling desa, menampilkan tarian singa (shishimai), dan menari bersama lagu rakyat.
Ciri khasnya adalah doburoku, yaitu sake tidak disaring dengan tekstur kental dan rasa tajam.
Setiap kuil di Shirakawa-go memiliki izin khusus untuk memproduksi doburoku sejak tahun 1896, hanya untuk keperluan keagamaan.
Festival terbesar biasanya berlangsung di Kuil Shirakawa Hachiman, tempat pengunjung dapat mencicipi doburoku dengan sumbangan sebesar 400 yen (Rp43.500).

Melansir Kiyomizudera Temple, Kuil Kiyomizudera di Kyoto membuka area malamnya tiga kali dalam setahun.
Salah satunya pada musim gugur, dari 22 November hingga 7 Desember.
Dalam periode ini, area sekitar panggung kayu besar kuil diterangi lampu yang menyoroti dedaunan merah dan oranye di sekelilingnya.
Sorotan utama acara ini adalah pancaran cahaya biru yang melambangkan kasih welas asih Kannon, dewi belas kasih dalam ajaran Buddha.
Cahaya tersebut menembus langit malam Kyoto dan menjadi simbol spiritual yang kuat.
Sebagai bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, Kiyomizudera selalu menjadi tujuan utama wisatawan yang ingin menikmati keindahan musim gugur dan suasana sakral malam hari.

Korankei di Kota Toyota, Prefektur Aichi, dikenal sebagai salah satu tempat terbaik di Jepang untuk menikmati warna musim gugur.
Melansir Visit Toyota City, pohon maple di lembah ini pertama kali ditanam 400 tahun lalu oleh biksu San-ei dari Kuil Kojakuji.
Seiring waktu, kawasan tersebut diberi nama “Korankei” oleh Hikoichi Motoyama, presiden surat kabar Osaka Mainichi pada tahun 1930.
Festival Maple Korankei diadakan setiap November, menampilkan sekitar 3.000 pohon maple Jepang di Gunung Iimori.
Saat malam tiba, pepohonan diterangi lampu yang menciptakan suasana hangat dan menenangkan.
Pemandangan dari Jembatan Taigetsu menjadi salah satu spot favorit pengunjung untuk mengabadikan keindahan warna-warna musim gugur.

Festival ini digelar di Taman Kastil Hirosaki, Prefektur Aomori, dan dikenal sebagai salah satu festival musim gugur terindah di Jepang.
Melansir Hirosaki Tourist Information, setiap tahun taman ini menampilkan lebih dari 1.000 pohon maple dan 2.600 pohon sakura yang berubah warna di musim gugur.
Sejak tahun 2020, festival ini menghadirkan flower art bertema “Bunga dan Seni”, yang menggabungkan ikon khas Hirosaki seperti neputa dan apel Tsugaru.
Instalasi bunga raksasa seperti Flying Flower Suzaku menjadi daya tarik utama.
Paduan seni dan alam menjadikan suasana di sekitar kastil semakin indah dan berwarna.

Festival Hachioji Ginkgo merupakan salah satu perayaan musim gugur paling populer di Tokyo.
Sepanjang jalan sejauh 4 kilometer dari Oiwakecho hingga kaki Gunung Takao, terdapat lebih dari 700 pohon ginkgo yang berwarna kuning keemasan.
Festival ini diadakan pada 15–16 November.
Menampilkan parade mobil klasik, tarian yosakoi, pertunjukan taiko (gendang Jepang), serta kegiatan ramah anak seperti stamp rally.
Melansir Tokyo Cheapo, pengunjung juga bisa mengikuti tur ke pos pemeriksaan kuno (sekisho) dengan tiket seharga 500 yen (Rp54.500).
Festival ini menjadi pilihan menarik untuk menikmati suasana musim gugur bersama keluarga sambil mencicipi berbagai makanan dari kios lokal.
Festival Yōkai Tokushima berlangsung di Sekolah Dasar Kamimyo dekat Kuil Hiraga, Prefektur Tokushima.
Festival ini menonjolkan budaya yōkai, makhluk mistis dalam cerita rakyat Jepang.
Melansir Japan Cheapo, selain parade dan prosesi yōkai mikoshi, festival ini juga menampilkan hidangan khas lokal serta pertunjukan musik dari “band yōkai”.
Perpaduan unsur tradisional dan hiburan modern menjadikan festival ini unik dan menarik, terutama bagi penggemar budaya Jepang, manga, dan anime.

Festival Shinno menjadi penutup kalender tradisional di Osaka.
Perayaan ini berlangsung di Kuil Sukunahikona, tempat disemayamkannya dewa pengobatan Sukunahikona-no-mikoto dan Shinno-shi.
Festival ini diikuti para pelaku bisnis, khususnya dari industri farmasi, yang datang untuk berdoa memohon kesehatan dan kesejahteraan.
Jalan di depan kuil dipenuhi kios yang menjual makanan ringan khas Jepang.
Melansir Japan Cheapo, ciri khas festival ini adalah pembagian jimat berbentuk harimau yang dipercaya dapat menangkal penyakit tradisi yang sudah berlangsung sejak abad ke-19.
Di sekitar lokasi juga terdapat Museum Kedokteran yang menampilkan sejarah panjang dunia farmasi di Osaka.
Bulan November menjadi waktu yang ideal untuk menyaksikan sisi tradisional Jepang melalui berbagai festival yang sarat makna.
Setiap perayaan memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari ritual keagamaan, keindahan alam musim gugur, hingga ekspresi budaya rakyat.
Delapan festival ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Jepang menjaga warisan budaya mereka sambil tetap membuka diri terhadap wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Sumber:
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)