Salah satu pelajarannya adalah latihan pengucapan dan intonasi.
Guru kami akan mengucapkan kata dalam pola nada yang benar, lalu kami diminta menirukannya.
Bagi orang Indonesia, pengucapan bahasa Jepang sebenarnya tidak sulit karena banyak bunyinya mirip dengan bahasa Indonesia.
Namun, perubahan nada naik turun dalam satu kata terasa aneh dan asing bagi saya.
Saya sempat berpikir, “Apakah ini benar-benar penting? Orang Jepang pasti tetap paham maksud saya.”
Saya tidak terlalu memerhatikannya, sampai satu kejadian membuat saya berubah pikiran.
Suatu hari, teman saya bercerita tentang contoh lucu dari gurunya: perbedaan antara 雨 (ame→) yang berarti “hujan” dan 飴 (a↘me) yang berarti “permen.”
Kami tertawa, berpikir bahwa orang Jepang pasti bisa menebak makna dari konteks kalimat.
Namun beberapa hari kemudian, dalam presentasi kelas, saya mengalami hal serupa.
Saya ingin mengatakan 意外 (igai→), yang berarti “tidak terduga,” tetapi guru saya tampak bingung karena mendengar 以外 (i↘gai), yang berarti “kecuali.”