OHAYOJEPANG - Desain Paviliun Indonesia di Expo 2025 Osaka menjadi salah satu daya tarik utama yang mengantarkan Indonesia meraih Silver Award.
Paviliun ini dibangun dengan bentuk memanjang menyerupai kapal, menyesuaikan dengan lahan seluas 1.750 meter persegi yang diterima Indonesia.
Menurut Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital Bappenas, Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc., bentuk kapal dipilih karena paling sesuai dengan karakter lahan dan tetap mampu merepresentasikan identitas Indonesia sebagai negara maritim.
“Type Self-built Indonesia dapat lahan 1.750 meter persegi, bentuknya memanjang, makanya akhirnya jadi kapal,” ujar Vivi saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang melalui WhatsApp pada Kamis (16/10/2025).
Namun, proses pembangunan paviliun ini tidak sederhana.
Indonesia termasuk dalam kategori Type Self-built, yaitu kategori paviliun yang dibangun secara penuh dari struktur hingga desainnya, berbeda dengan negara yang hanya mendekorasi bangunan yang sudah disediakan.
Pembangunan paviliun membutuhkan waktu persiapan sekitar tiga tahun, mulai dari proses desain hingga perizinan.
Setiap tahap harus disetujui oleh berbagai pihak, mulai dari Bureau International des Expositions (BIE) di Prancis hingga pemerintah kota Osaka dan Prefektur Kansai.
Baca Juga:
“Mau itu standar keamanannya, jenis bangunan, dan termasuk kontraktornya, kita gak boleh kontraktor Indonesia, harus joint venture dengan perusahaan Jepang,” jelas Vivi.
Ia menambahkan bahwa Indonesia bekerja sama dengan tiga perusahaan Jepang untuk membangun paviliun tersebut, demi memastikan semua ketentuan dan standar pembangunan terpenuhi.
Dalam prosesnya, tim perancang Indonesia harus melakukan sejumlah penyesuaian teknis agar desain dapat lolos regulasi.
Salah satunya terkait tinggi bangunan yang dibatasi hanya 16 meter.
Bagian depan paviliun yang seharusnya lancip, seperti ujung perahu, akhirnya harus dipotong agar tidak melampaui batas tersebut.
“Desain pavilion kami sesuaikan karena batas tinggi maksimal 16 meter, jadi bagian depan yang semula lancip dipotong dan bilah-bilah miring diubah menjadi tegak demi kekuatan struktur,” ujar Vivi.
Ia juga mengakui bahwa beberapa perubahan bentuk membuat paviliun tidak sepenuhnya sesuai dengan desain awal.
Meski desain paviliun tidak sepenuhnya sesuai dengan rancangan awal, Vivi mengaku tetap bersyukur dengan hasil akhirnya.
Ia menilai, pencapaian tersebut sudah menjadi hal yang patut disyukuri karena mampu menghadirkan desain yang tetap kuat dan menarik.
Material yang digunakan pun memperlihatkan komitmen terhadap prinsip sustainability.
Paviliun Indonesia menggunakan bahan eco wood, yaitu kayu ramah lingkungan yang terbuat dari campuran 50 persen limbah plastik dan 50 persen sekam padi.
“Kayu-kayunya pakai eco wood, yang 50 persen dari sampah plastik dan 50 persen dari gabah, nah dalam enam bulan ini, gak ada yang rusak padahal di luar kena hujan dan panas,” kata Vivi.
Selain itu, paviliun juga memanfaatkan panel surya (solar cell) untuk mengurangi penggunaan listrik konvensional serta desain yang memaksimalkan pencahayaan alami.
Prinsip keberlanjutan ini menjadi bagian penting dari konsep utama yang mengusung tema Nature, Culture, Future.
Keberhasilan paviliun Indonesia tidak lepas dari kolaborasi antara Bappenas sebagai Responsible National Authority (RNA) dan Didit Hediprasetyo Foundation yang berperan besar dalam kurasi desain eksibisi.
Didit dan timnya menghadirkan sentuhan budaya melalui penggunaan wastra daerah dan karya seni dari berbagai seniman Indonesia.
Di bagian teater, dua video karya Garin Nugroho menambah kedalaman pengalaman pengunjung dengan menampilkan narasi tentang alam dan budaya Indonesia.
“Kita menang dari sisi exhibition design, karena memang dibantu oleh Mas Didit melalui Didit Hediprasetyo Foundation yang mengkurasi banyak hal, termasuk eksibisinya, sementara desain awal dari Bappenas mengusung konsep Nature, Culture, Future dengan sentuhan budaya dari Mas Didit,” ujar Vivi.
Konsep desain ini memperlihatkan bahwa keindahan paviliun tidak hanya lahir dari bentuk arsitektur, tetapi juga dari perpaduan nilai budaya, teknologi, dan pesan keberlanjutan.
Dengan desain yang kuat dan makna simbolik yang dalam, Paviliun Indonesia berhasil menonjol di antara negara-negara peserta lain, bahkan yang memiliki area pamer lebih luas seperti Tiongkok, Arab Saudi, dan Australia.
Melalui Paviliun Indonesia di Expo 2025 Osaka, pesan yang disampaikan bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang arah pembangunan Indonesia yang berfokus pada kolaborasi, kreativitas, dan keberlanjutan.
Penghargaan tersebut menjadi bukti kemampuan Indonesia dalam menerapkan prinsip keberlanjutan, baik pada desain maupun kegiatan yang ditampilkan.
Vivi berharap pencapaian itu dapat menginspirasi lebih banyak pihak di Indonesia untuk melakukan hal serupa.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)