Selain itu, paviliun juga memanfaatkan panel surya (solar cell) untuk mengurangi penggunaan listrik konvensional serta desain yang memaksimalkan pencahayaan alami.
Prinsip keberlanjutan ini menjadi bagian penting dari konsep utama yang mengusung tema Nature, Culture, Future.
Keberhasilan paviliun Indonesia tidak lepas dari kolaborasi antara Bappenas sebagai Responsible National Authority (RNA) dan Didit Hediprasetyo Foundation yang berperan besar dalam kurasi desain eksibisi.
Didit dan timnya menghadirkan sentuhan budaya melalui penggunaan wastra daerah dan karya seni dari berbagai seniman Indonesia.
Di bagian teater, dua video karya Garin Nugroho menambah kedalaman pengalaman pengunjung dengan menampilkan narasi tentang alam dan budaya Indonesia.
“Kita menang dari sisi exhibition design, karena memang dibantu oleh Mas Didit melalui Didit Hediprasetyo Foundation yang mengkurasi banyak hal, termasuk eksibisinya, sementara desain awal dari Bappenas mengusung konsep Nature, Culture, Future dengan sentuhan budaya dari Mas Didit,” ujar Vivi.
Konsep desain ini memperlihatkan bahwa keindahan paviliun tidak hanya lahir dari bentuk arsitektur, tetapi juga dari perpaduan nilai budaya, teknologi, dan pesan keberlanjutan.
Dengan desain yang kuat dan makna simbolik yang dalam, Paviliun Indonesia berhasil menonjol di antara negara-negara peserta lain, bahkan yang memiliki area pamer lebih luas seperti Tiongkok, Arab Saudi, dan Australia.
Melalui Paviliun Indonesia di Expo 2025 Osaka, pesan yang disampaikan bukan hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang arah pembangunan Indonesia yang berfokus pada kolaborasi, kreativitas, dan keberlanjutan.
Penghargaan tersebut menjadi bukti kemampuan Indonesia dalam menerapkan prinsip keberlanjutan, baik pada desain maupun kegiatan yang ditampilkan.
Vivi berharap pencapaian itu dapat menginspirasi lebih banyak pihak di Indonesia untuk melakukan hal serupa.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)