Dalam prosesnya, tim perancang Indonesia harus melakukan sejumlah penyesuaian teknis agar desain dapat lolos regulasi.
Salah satunya terkait tinggi bangunan yang dibatasi hanya 16 meter.
Bagian depan paviliun yang seharusnya lancip, seperti ujung perahu, akhirnya harus dipotong agar tidak melampaui batas tersebut.
“Desain pavilion kami sesuaikan karena batas tinggi maksimal 16 meter, jadi bagian depan yang semula lancip dipotong dan bilah-bilah miring diubah menjadi tegak demi kekuatan struktur,” ujar Vivi.
Ia juga mengakui bahwa beberapa perubahan bentuk membuat paviliun tidak sepenuhnya sesuai dengan desain awal.
Meski desain paviliun tidak sepenuhnya sesuai dengan rancangan awal, Vivi mengaku tetap bersyukur dengan hasil akhirnya.
Ia menilai, pencapaian tersebut sudah menjadi hal yang patut disyukuri karena mampu menghadirkan desain yang tetap kuat dan menarik.
Material yang digunakan pun memperlihatkan komitmen terhadap prinsip sustainability.
Paviliun Indonesia menggunakan bahan eco wood, yaitu kayu ramah lingkungan yang terbuat dari campuran 50 persen limbah plastik dan 50 persen sekam padi.
“Kayu-kayunya pakai eco wood, yang 50 persen dari sampah plastik dan 50 persen dari gabah, nah dalam enam bulan ini, gak ada yang rusak padahal di luar kena hujan dan panas,” kata Vivi.