OHAYOJEPANG - Indonesia berhasil meraih Silver Award pada ajang World Expo 2025 Osaka.
Penghargaan ini menjadi capaian penting karena menandai peningkatan prestasi dari keikutsertaan Indonesia sebelumnya yang hanya memperoleh Bronze Award di Expo Shanghai.
Pavilion Indonesia kali ini bersaing di kategori Type Self-built, yaitu kategori paling bergengsi yang menilai negara dengan bangunan pavilion permanen berstandar tinggi.
Baca juga:
Pembangunan Pavilion Indonesia membutuhkan waktu persiapan selama tiga tahun.
Proses ini melibatkan banyak tahap mulai dari desain, perizinan, hingga pembangunan.
Proses itu mengikuti standar ketat dari Bureau International des Expositions (BIE) di Perancis, serta pemerintah Kota Osaka dan wilayah Kansai.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ditunjuk sebagai Responsible National Authority (RNA) oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) sejak 2023.
Topik Expo kali ini berkaitan dengan keberlanjutan dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG), Bappenas menjadi koordinator utama yang melibatkan banyak pihak.
Pihak tersebut mulai dari kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha dan sponsor, bahkan masyarakat untuk mengisi pertunjukan budaya.
“Standar keamanan, jenis bangunan, hingga kontraktornya harus mengikuti aturan Jepang, sehingga kami tidak boleh menggunakan kontraktor Indonesia dan harus joint venture dengan tiga perusahaan Jepang untuk membangun Pavilion Indonesia seluas 1.750 meter persegi yang berbentuk memanjang seperti kapal,” kata Deputi Bidang Ekonomi & Transformasi Digital, Dr. Vivi Yulaswati, M.Sc. saat diwawancarai oleh Ohayo Jepang melalui WhatsApp pada Kamis (16/10/2025).
Pavilion seluas 1.750 meter persegi ini memiliki bentuk menyerupai kapal dan dibangun menggunakan bahan ramah lingkungan, termasuk eco-wood yang terbuat dari campuran limbah plastik dan sekam padi.
Keunggulan Pavilion Indonesia terletak pada konsep pamerannya yang mengangkat tema Nature, Culture, Future.
Kurasi dilakukan oleh Didit Hediprasetyo Foundation dengan dukungan berbagai seniman dan kreator Indonesia.
Seperti Nyoman Nuarta, Nasirun, dan Indieguerillas yang ikut berpartisipasi dalam mempresentasikan kekayaan biodiversitas atau kekayaan hayati Indonesia.
Desain awal sempat mengalami beberapa penyesuaian agar sesuai dengan ketentuan tinggi bangunan di area Expo yang maksimal 16 meter.
“Desain pavilion kami sesuaikan karena batas tinggi maksimal 16 meter, jadi bagian depan yang semula lancip dipotong dan bilah-bilah miring diubah menjadi tegak demi kekuatan struktur,” ucap Vivi.
Meski bentuk akhirnya berbeda dari rancangan awal, hasilnya tetap dinilai menarik dan fungsional.
Penghargaan Silver Award ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menghadirkan desain pameran yang kuat meski menghadapi keterbatasan teknis.
Selama enam bulan pelaksanaan Expo, Pavilion Indonesia mencatat komitmen investasi sebesar 28,3 miliar dollar Amerika.
Selain itu, kegiatan bisnis dan promosi yang berlangsung menghasilkan banyak memorandum of understanding (MoU) serta joint statement dengan berbagai mitra internasional.
Dari sisi perdagangan, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi yang difasilitasi melalui UMKM yang mencapai sekitar 750 juta dollar Amerika.
Expo juga membuka peluang kerja sama di berbagai sektor, terutama industri hijau dan energi terbarukan.
Beberapa kawasan industri Indonesia mulai menjajaki kerjasama studi menuju green industry dan green energy sebagai tindak lanjut dari hubungan yang terjalin di ajang ini.
Vivi menjelaskan bahwa penghargaan ini menjadi pengakuan internasional terhadap arah pembangunan Indonesia yang semakin menekankan keberlanjutan.
Prinsip sustainability diterapkan pada material bangunan sekaligus dalam penggunaan energi melalui pemasangan solar cell serta desain bangunan yang memanfaatkan pencahayaan alami.
Keberhasilan ini juga memperkuat nation branding Indonesia di mata dunia.
Melalui karya seni dari Nyoman Nuarta, Nasirun, hingga Indieguerillas yang menampilkan kekayaan biodiversitas dan budaya Indonesia yang dianggap sebagai aset penting dalam isu perubahan iklim global.
Usai pelaksanaan Expo, tim Bappenas tengah menyiapkan buku laporan resmi yang akan dirilis dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jepang.
Buku tersebut akan memuat informasi mengenai kuliner Indonesia dengan tema nasi, soto, dan sambal khas Indonesia.
Selain itu, rencananya juga akan ada relaunch video dan buku di Jakarta, kemungkinan di Keong Mas, sebagai bentuk apresiasi terhadap karya yang telah ditampilkan di Osaka.
“Mas Didit berencana untuk me-relaunch video Yogyakarta bersama Maudy dan tiga buku kuliner Indonesia berjudul ‘nasi-nasian’, ‘soto-sotoan’, dan ‘sambal-sambelan’ di Keong Mas sebagai upaya memperkenalkan kekayaan kuliner Indonesia yang beragam, tidak hanya rendang saja,” tutup Vivi.
Namun, Vivi menambahkan bahwa ide tersebut masih dalam tahap rencana dan belum dapat dipastikan waktu pelaksanaannya karena tim masih fokus menyusun buku laporan Expo.
Dari pengalaman ini, Vivi berharap penghargaan tersebut menjadi pelajaran berharga bagi keikutsertaan Indonesia di ajang dunia berikutnya, seperti World Expo 2030 di Riyadh.
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)