OHAYOJEPANG - Shokuiku atau pendidikan makanan dan gizi merupakan bagian penting dari sistem makan siang sekolah di Jepang.
Konsep ini mengajarkan bahwa makanan bukan sekadar soal kenyang.
Shokuiku juga pelajaran menghargai makanan, memahami proses produksinya, dan menumbuhkan rasa syukur terhadap banyak pihak yang terlibat dalam penyediaannya.
Melansir Global Child Nutrition Foundation, pemerintah Jepang menetapkan Undang-Undang Dasar Shokuiku atau pendidikan makanan dan gizi pada 2005.
Sejak saat itu, shokuiku menjadi fondasi utama dalam program makan siang sekolah di seluruh negeri.
Konsep ini menjadi bagian penting dari program makan siang sekolah di Jepang.
Baca juga:
Melansir Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang; kyushoku atau makan siang sekolah di Jepang pertama kali diperkenalkan pada 1889 di Tsuruoka-cho yang kini dikenal sebagai Kota Tsuruoka, Prefektur Yamagata.
Awalnya program ini dibuat untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu yang bersekolah di sekolah dasar swasta.
Menu yang disajikan kala itu sangat sederhana yaitu nasi kepal, ikan salmon asin, dan sayuran acar.
Meski sederhana, langkah ini menjadi titik awal terbentuknya sistem makan siang sekolah nasional di Jepang.
Dukungan dari pemerintah baru hadir pada 1932.
Kebijakan ini menandai upaya awal negara untuk mengembangkan program makan siang sebagai bagian dari pendidikan nasional.
Namun, program tersebut sempat terhenti selama Perang Dunia II (1941–1945) akibat keterbatasan pasokan bahan pangan.
Pada 1954, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Program Makan Siang Sekolah, yang menegaskan bahwa penyediaan makanan bergizi seimbang merupakan bagian dari upaya mencerdaskan dan menyehatkan anak-anak.
Panduan pelaksanaan terus disempurnakan dari waktu ke waktu.
Pada 1958 dan 1968-1969, kegiatan makan siang sekolah bahkan diakui secara resmi sebagai bagian dari aktivitas pembelajaran.
Anak-anak tidak hanya makan bersama, melainkan juga belajar tentang kebersihan, tanggung jawab, dan kebersamaan.
Perubahan besar terjadi pada awal 2000-an.
Pada 2004, Jepang memperkenalkan sistem guru gizi dan nutrisi untuk memperkuat penerapan pendidikan gizi di sekolah.
Setahun kemudian, lahirlah Undang-Undang Dasar Shokuiku, yang memperluas makna makan siang sekolah menjadi bagian dari pendidikan gizi nasional.
Revisi undang-undang pada tahun 2008 semakin menegaskan peran makan siang sekolah sebagai sarana utama pendidikan makanan dan gizi bagi anak-anak Jepang.
Sejak itu, makan siang sekolah berkembang menjadi lebih luas, berkualitas, dan sistematis.
Hingga kini, program ini tetap menjadi bagian penting dari pendidikan di Jepang.
Tujuannya bukan hanya memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi juga menanamkan kebiasaan hidup sehat dan rasa hormat terhadap makanan sejak usia dini.
Sumber:
(PENULIS: KOMPAS.COM/PITRI NOVIYANTI)