OHAYOJEPANG - Musim gugur di Jepang bukan hanya tentang daun berwarna merah dan udara sejuk.
Di berbagai daerah, masyarakat juga merayakannya lewat matsuri di Jepang atau festival tradisional yang sarat makna.
Festival musim gugur Jepang biasanya berakar pada rasa syukur atas hasil panen, transisi musim, dan hubungan spiritual dengan alam.
Berbeda dari matsuri musim panas yang meriah dan penuh energi, festival musim gugur di Jepang terasa lebih tenang, berwibawa, dan penuh simbolisme.
Inilah beberapa festival musim gugur di Jepang yang digelar pada Oktober.
Baca juga:
Takayama Autumn Festival sering disebut sebagai salah satu matsuri di Jepang paling indah di musim gugur.
Festival ini diadakan setiap 9–10 Oktober di kota bersejarah Takayama, Prefektur Gifu.
Jalanan kota tua berubah menjadi lautan warna dan cahaya ketika arak-arakan yatai atau kereta hias berukir rumit melintasi kota, baik siang maupun malam.
Saat malam tiba, lentera-lentera menyala dan memperlihatkan keindahan ukiran kayu serta detail kerajinan khas Takayama.
Atraksi yang paling dinanti adalah “kakikurabe”, ketika kelompok warga saling beradu kekuatan mengangkat yatai mereka setinggi mungkin diiringi sorak penonton.
Momen ini menjadi simbol semangat kebersamaan dan kebanggaan warga kota.
Jidai Matsuri atau “Festival Zaman” berlangsung setiap 22 Oktober di Kyoto.
Berbeda dari festival panen, matsuri di Jepang ini menjadi perayaan sejarah dan kesinambungan budaya.
Ribuan peserta mengenakan kostum dari berbagai periode sejarah Jepang, mulai dari era Heian hingga Meiji, dan berjalan dari Istana Kekaisaran menuju Kuil Heian.
Dalam prosesi tersebut, dua mikoshi atau kuil portabel yang mewakili Kaisar Kanmu dan Kaisar Kōmei turut diarak.
Suara musik istana kuno atau gagaku mengiringi perjalanan panjang ini, menambah nuansa megah dan historis.
Jidai Matsuri menggambarkan bagaimana masyarakat Jepang menjaga warisan masa lalu dengan penuh hormat di tengah kehidupan modern.
Festival Kawagoe Hikawa diadakan setiap akhir pekan ketiga Oktober di Prefektur Saitama.
Festival ini terkenal dengan hikkawase, yaitu pertarungan musik antar-float dari berbagai distrik kota.
Setiap dashi atau kereta hias memiliki panggung berputar, dan ketika dua dashi berhadapan, para pemain musik dan penari saling menampilkan atraksi terbaik mereka.
Saat malam tiba, lentera menghiasi jalan-jalan kawasan Kurazukuri yang dikenal dengan bangunan gudang tua, menciptakan perpaduan indah antara pesona kota lama dan tradisi rakyat.
Tahun ini, festival akan berlangsung pada 18–19 Oktober.
Suasananya hangat, meriah, dan dipenuhi semangat gotong royong khas masyarakat Jepang.
Nagasaki Kunchi merupakan matsuri di Jepang yang diadakan di Kuil Suwa setiap 7–9 Oktober.
Festival ini sudah ada sejak tahun 1634 dan dikenal sebagai perayaan yang menampilkan perpaduan budaya Jepang dan pengaruh luar negeri.
Tarian persembahan Hono Odori menjadi sorotan utama karena menggambarkan sejarah Nagasaki sebagai pelabuhan perdagangan internasional pada masa lalu.
Sebagai bekas gerbang Nanban trade (perdagangan dengan bangsa Barat), Nagasaki Kunchi menampilkan nuansa multikultural yang tidak ditemukan di festival lain di Jepang.
Kemeriahan tarian, kostum berwarna, dan musik tradisional menciptakan suasana yang unik dan berkesan.
Berbeda dari kebanyakan festival lentera musim panas, Nihonmatsu Lantern Festival digelar setiap awal Oktober di Prefektur Fukushima.
Ribuan lentera menghiasi jalanan kota selama beberapa hari, menciptakan pemandangan malam yang puitis.
Festival ini termasuk salah satu dari tiga festival lentera terbesar di Jepang.
Cahaya lembut dari lentera menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan musim.
Melalui permainan cahaya dan bayangan, masyarakat setempat mengekspresikan rasa syukur serta keindahan musim gugur.
Suasana ini memperlihatkan sisi artistik dari cara orang Jepang menikmati perubahan musim.
Takengei diadakan pada 14–15 Oktober di Kuil Wakamiya Inari, Nagasaki.
Festival ini lebih kecil skalanya, tetapi punya keunikan tersendiri.
Dua batang bambu tinggi didirikan di pelataran kuil, dan dua penari bertopeng memanjatnya untuk melakukan akrobat serta gerakan ritual.
Di puncak pertunjukan, salah satu penari melepaskan seekor ayam dan menebarkan mochi ke kerumunan, sebagai simbol persembahan kepada dewa.
Pertunjukan ini dikenal sebagai bamboo art dan mencerminkan hubungan spiritual antara manusia, alam, dan simbol kesuburan di musim gugur.
Banyak matsuri di Jepang pada musim gugur berawal dari kōsai matsuri, yaitu ritual pertanian untuk mengungkapkan rasa terima kasih atas hasil panen.
Seiring waktu, ritual-ritual ini berkembang menjadi perayaan besar yang memadukan doa Shinto, hiburan rakyat, dan identitas lokal.
Masyarakat tidak hanya berdoa untuk rezeki tahun berikutnya, tetapi juga merayakan kebersamaan dan warisan budaya.
Melalui festival musim gugur, Jepang menunjukkan bagaimana rasa syukur kepada alam bisa hidup berdampingan dengan seni, musik, dan kebahagiaan bersama.
Musim gugur di Jepang bukan hanya tentang warna daun dan dinginnya udara, melainkan juga tentang cahaya lentera, langkah prosesi, dan harmoni antara panen dan perayaan.
Sumber: