Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Autumn

Ketika Lentera, Taiko, dan Doa Panen Menyatu di Matsuri Musim Gugur Jepang

Kompas.com - 07/10/2025, 14:05 WIB

OHAYOJEPANG - Musim gugur di Jepang bukan sekadar peralihan warna daun.

Musim ini juga menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Jepang.

Ketika dedaunan mulai berubah menjadi merah dan keemasan, berbagai kota di seluruh negeri hidup dengan tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Tradisi itu hadir dalam bentuk matsuri di Jepang, atau festival khas yang merayakan pergantian musim.

Banyak orang mengenal matsuri musim panas dengan kembang api dan yukata, tetapi festival musim gugur menawarkan suasana yang berbeda.

Ritmenya lebih tenang, reflektif, berakar pada rasa syukur, dan dekat dengan alam.

Baca juga:

Esensi Festival Musim Gugur di Jepang

Festival yang diadakan pada musim gugur di Jepang memiliki makna mendalam yang berasal dari alam dan hasil bumi.

Musim gugur adalah masa panen, ketika padi, kastanye, kesemek, dan ubi manis mencapai kematangan sempurna.

Banyak wilayah di Jepang mengadakan festival sebagai bentuk rasa syukur kepada kami (dewa dalam ajaran Shinto) atas panen yang melimpah serta doa untuk kemakmuran di tahun berikutnya.

Sebagian besar festival musim gugur di Jepang diselenggarakan di sekitar kuil Shinto.

Kegiatan biasanya meliputi persembahan upacara, musik tradisional, tarian, dan pawai masyarakat.

Suasana semakin meriah ketika warga membawa mikoshi (kuil portabel), menabuh taiko, dan mengenakan busana tradisional.

Beberapa daerah juga menggelar prosesi lentera, pertunjukan rakyat, dan tarian ritual yang berlangsung pada sore hingga malam hari, diiringi aroma makanan musiman yang dipanggang di jalanan.

Berbeda dari musim panas yang panas dan lembap, cuaca sejuk di musim gugur membuat masyarakat bisa menikmati festival dengan nyaman, terutama pada acara malam hari.

Karena itu, banyak komunitas di Jepang memilih menggelar matsuri terbesar mereka pada musim gugur.

Makna Budaya dan Tradisi di Balik Matsuri

Festival musim gugur di Jepang memiliki dua peran penting: spiritual dan sosial.

Dari sisi spiritual, sebagian besar matsuri pada musim ini mengikuti kalender Shinto, menandai siklus kehidupan padi serta pentingnya perubahan musim bagi kehidupan.

Sebagai bentuk penghormatan, masyarakat membawa shinmai, yaitu padi hasil panen pertama, untuk dipersembahkan di kuil.

Upacara ini sering disertai dengan tarian kagura, yang dilakukan untuk menghibur para dewa.

Dari sisi sosial, festival juga menjadi ajang memperkuat hubungan antarwarga.

Saat matsuri berlangsung, penduduk setempat berkumpul, saling berinteraksi, dan mempererat kebersamaan lewat jajanan tradisional, permainan rakyat, serta kegiatan gotong royong.

Di daerah pedesaan, festival musim gugur menjadi acara tahunan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Tradisi ini tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan di tengah perubahan zaman.

Lentera Khas Matsuri

Salah satu tradisi menarik di beberapa matsuri musim gugur adalah penggunaan yatai atau kereta festival besar yang dihiasi ratusan lentera.

Ketika malam tiba, lentera-lentera ini dinyalakan, menciptakan cahaya hangat yang memantul di antara jalanan kota.

Dalam beberapa daerah, kereta festival ini disebut “berbicara” satu sama lain.

Saat dua yatai berpapasan di jalan, keduanya akan saling menantang dalam pertarungan ramah lewat musik dan teriakan semangat.

Setiap kelompok berusaha tampil lebih meriah dan lebih keras dari yang lain, bukan untuk bersaing semata, melainkan sebagai bentuk persembahan kepada para dewa.

Pertemuan itu melambangkan semangat, kebanggaan, dan keharmonisan masyarakat di tiap blok kota.

Pada akhirnya, matsuri di Jepang pada musim gugur bukan hanya pesta visual, tetapi juga perayaan rasa syukur dan kebersamaan.

Di balik lentera yang menyala, dentuman taiko yang menggema, dan daun-daun yang berguguran, ada semangat masyarakat Jepang untuk menjaga hubungan antara manusia, alam, dan tradisi.

Sumber:

  • Badan Urusan Kebudayaan Jepang https://www.bunka.go.jp/foodculture/en/kisetsu.html
Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.