OHAYOJEPANG - Bagi banyak orang Indonesia; kehidupan di Jepang sering dibayangkan tertib, modern, dan penuh teknologi canggih.
Hal mengejutkan bukan hanya kereta yang selalu tepat waktu atau minimarket yang buka 24 jam, melainkan juga gaya hidup orang Jepang secara keseluruhan.
Kebiasaan sehari-hari orang Jepang justru lebih banyak membentuk gaya hidup yang terasa unik, sekaligus menantang untuk diikuti.
Kebiasaan ini membuat pendatang merasa aman dan nyaman, tetapi juga bisa menimbulkan tekanan ketika ekspektasi budaya berbeda dengan kebiasaan asal.
Baca juga:
Banyak pekerja asal Indonesia kaget ketika menyadari betapa sering orang Jepang berjalan kaki setiap hari.
Perjalanan dari rumah ke stasiun, menyusuri lorong panjang saat pindah jalur, hingga berjalan dari stasiun ke tempat kerja bisa terasa melelahkan di awal.
Lama-kelamaan, orang mulai beradaptasi, misalnya dengan memakai sepatu yang lebih nyaman atau berangkat beberapa menit lebih awal.
Tanpa disadari, kebiasaan ini meningkatkan aktivitas fisik dan energi harian.
Survei transportasi di Jepang bahkan menghitung jalan kaki sebagai bagian normal dari perjalanan.
Kebijakan kesehatan juga sejalan, misalnya Physical Activity Guide 2023 yang menargetkan 8.000 langkah per hari untuk orang dewasa pada 2032.
Biro kesehatan Tokyo mendukung target ini lewat program publik “Walking Map” yang mendorong masyarakat lebih banyak berjalan.
Ketepatan waktu adalah salah satu ciri paling menonjol dalam kehidupan di Jepang.
Kereta berangkat sesuai jadwal, rapat dimulai tepat waktu, bahkan pertemuan santai jarang sekali molor.
Bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan konsep “jam karet,” hal ini bisa terasa menyenangkan sekaligus menegangkan.
Data Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLIT) menunjukkan rata-rata keterlambatan kereta utama di Jepang kurang dari satu menit per tahun.
Budaya presisi ini terbawa ke rutinitas kerja, di mana terlambat lima menit saja bisa dianggap tidak sopan.
Sebagian besar orang Indonesia akhirnya menghargai kepastian ini, meski pada awalnya merasa terbebani.
Tekanan untuk selalu tepat waktu memang bisa melelahkan, tetapi memberi rasa aman dalam beraktivitas.
Kebersihan di Jepang bukan hanya urusan pribadi, tetapi kebiasaan kolektif.
Mulai dari melepas sepatu sebelum masuk rumah hingga ikut kerja bakti lingkungan, semua orang memegang tanggung jawab yang sama.
Di sekolah, siswa terbiasa membersihkan kelas dan toilet bersama sejak kecil.
Bagi orang Indonesia, kedisiplinan ini bisa terasa mengejutkan.
Namun, hasilnya terlihat jelas: stasiun kereta yang padat sekalipun jarang sekali kotor atau dipenuhi sampah.
Survei Japan National Tourism Organization (JNTO) pada 2019 mencatat kebersihan masuk lima besar aspek yang paling dikagumi penduduk asing.
Walaupun banyak orang Indonesia menikmati manfaatnya, tidak semua langsung terbiasa dengan standar kebersihan setinggi itu.
Perjalanan dengan kereta di Tokyo atau Osaka terasa sangat sunyi.
Orang jarang berbicara keras, panggilan telepon tidak diperbolehkan, bahkan tertawa berlebihan pun dihindari.
Bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan suasana ramai, hening ini awalnya terasa janggal.
Ada rasa sungkan ketika lupa menahan suara saat mengobrol dengan teman.
Namun, lama-kelamaan, ketenangan ini dihargai sebagai bentuk penghormatan pada orang lain.
Hening di ruang publik membantu menjaga kenyamanan bersama.
Menyesuaikan diri memang butuh usaha, tetapi akhirnya jadi kebiasaan yang diterima.
Kesopanan menjadi bagian penting dalam keseharian orang Jepang.
Mulai dari ucapan sopan, gerakan membungkuk, hingga menjaga hierarki dalam percakapan, semua dilakukan dengan hati-hati.
Konsep omotenashi atau keramahan tulus terlihat bukan hanya di hotel atau restoran, tapi juga di toko atau ketika bertanya arah.
Bagi orang Indonesia yang dikenal ramah, pola ini terasa akrab sekaligus berbeda.
Di Jepang, penggunaan tingkat bahasa sopan (keigo) sangat penting, terutama dalam situasi profesional.
Salah memilih bentuk bahasa bisa menimbulkan kesalahpahaman.
Survei Japan Institute for Labour Policy and Training (JILPT) pada 2020 mencatat gaya komunikasi yang formal dan tidak langsung menjadi tantangan utama pekerja asing.
Etos kerja orang Jepang juga menjadi hal yang mencolok bagi orang Indonesia.
Banyak pekerja rela berada di kantor lebih lama dari jam kerja resmi.
Dedikasi ini sering dikagumi, tetapi juga bisa mengejutkan.
Fenomena karoshi atau kematian karena kerja berlebihan menjadi simbol ekstrem dari budaya ini.
Data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan (MHLW) tahun 2021 mencatat lebih dari 2.900 kasus gangguan mental pekerja diakui sebagai akibat pekerjaan.
Tidak semua kantor menuntut jam panjang, tetapi tekanan untuk terlihat rajin tetap terasa.
Bagi orang Indonesia yang terbiasa dengan ritme lebih fleksibel, hal ini bisa memicu stres.
Kehidupan sehari-hari orang Jepang juga ditandai pola makan yang sederhana tapi konsisten.
Makanan biasanya terdiri dari nasi, ikan, sayur, dan sup sebagai menu utama.
Minimarket atau konbini menyediakan pilihan cepat saji yang terjangkau sekaligus relatif sehat.
Bagi orang Indonesia, kemudahan ini menyenangkan, tetapi rasa rindu pada sambal atau rempah sering muncul.
Banyak yang akhirnya beradaptasi dengan menambahkan saus cabai atau memasak hidangan Indonesia di akhir pekan.
Kebiasaan ini membantu menjaga kenyamanan di tengah rutinitas.
Makanan sehari-hari di Jepang mungkin berbeda, tetapi fleksibilitas membuat proses adaptasi lebih mudah.
Salah satu hal yang paling menantang adalah penekanan pada tanggung jawab kolektif.
Aturan dipatuhi bukan hanya karena hukum, tetapi juga karena tekanan sosial.
Contohnya, pemisahan sampah rumah tangga dengan kategori ketat tidak bisa diabaikan.
Salah hari mengeluarkan sampah atau menggunakan kantong yang salah bisa menimbulkan teguran dari tetangga.
Tingkat keteraturan ini membuat lingkungan aman, bersih, dan efisien.
Namun, bagi orang Indonesia yang terbiasa lebih longgar, situasi ini bisa terasa seperti diawasi terus-menerus.
Meski sulit di awal, lama-lama kebiasaan ini dipahami sebagai bentuk saling menjaga lingkungan bersama.
Hidup di Jepang bagi orang Indonesia tidak hanya soal teknologi atau pekerjaan.
Kebiasaan harian orang Jepang menciptakan lingkungan yang aman dan teratur.
Namun, kebiasaan yang sama juga bisa menjadi sumber tekanan saat proses penyesuaian berlangsung.
Seiring waktu, banyak orang Indonesia menemukan keseimbangan.
Mereka mengadopsi kebiasaan yang mempermudah kehidupan, sambil tetap menjaga budaya asal sebagai penguat identitas.
Perjalanan adaptasi memang tidak selalu mudah, tetapi seringkali menghasilkan pemahaman lebih dalam tentang disiplin, rasa hormat, dan hidup bermasyarakat.
Sumber:
@ohayo_jepang 📣 Enaknya Punya Anak di Jepang: Tunjangannya Banyak Banget! Mulai dari persalinan gratis sampai tunjangan bulanan sampai anak umur 18 tahun — warga Jepang (dan bahkan warga asing yang tinggal di Jepang) benar-benar didukung negara saat punya anak! Berikut ini rincian dukungan dari pemerintah Jepang 👇 🍼 1. Biaya Persalinan Normal Gratis Mulai 2026 Mulai April 2026, biaya persalinan normal akan ditanggung penuh lewat sistem asuransi publik — khusus untuk warga negara Jepang. 💸 Sebelumnya, melahirkan di Jepang bisa menghabiskan sekitar 518.000 yen (±Rp 58 juta). 📌 Saat ini, pemerintah sudah memberi tunjangan melahirkan sebesar 500.000 yen (The Straits Times, 14/5/2025), tapi nilainya belum selalu cukup. Lewat sistem baru ini, kekurangannya akan ditutup sepenuhnya. 👩⚕️ 2. Perlindungan Ibu Hamil & Menyusui di Tempat Kerja Bukan cuma cuti melahirkan yang dibayar, ibu-ibu juga dilindungi lewat aturan hukum berikut: ✅ Dilarang bekerja 6 minggu sebelum HPL & 8 minggu setelah melahirkan ✅ Tetap dapat 2/3 gaji selama cuti ✅ Tidak boleh di-PHK karena hamil atau menyusui ✅ Berhak atas jam kerja fleksibel & izin kontrol kehamilan ✅ Boleh dipindah ke pekerjaan yang lebih ringan 🛡️ Yang keren, semua ini berlaku juga buat pekerja asing. Perlindungan ini bukan cuma kebijakan kantor, tapi dilindungi UU. 👶 3. Tunjangan Anak Sampai Umur 18 Tahun Orang tua (baik WN Jepang maupun WNA) bisa menerima: 💰 Tunjangan bulanan 10.000–15.000 yen per anak 📆 Berlaku hingga 31 Maret setelah ulang tahun anak ke-15 📈 Akan diperpanjang sampai usia 18 tahun mulai hasil revisi UU Juni 2024 (Sumber: NHK Japan, 5/6/2024) Semua ini jadi bentuk nyata dukungan negara terhadap orang tua dan anak-anak di Jepang. 🗨️Polling: Menurut kamu, di Indonesia perlu nggak tunjangan anak kayak di Jepang? 🔘 Perlu bangeeet… in this economy 😮💨 🔘 Gak perlu sih, bukan itu masalah utamanya. Kreator Konten: Zahra Permata J Produser: Siti Annisa Penulis: Faesal Mubarok, Ignatio Edro, Editor: Yuharrani Aisyah #OhayoJepang #HidupdiJepang #KerjadiJepang #MagangdiJepang #Tinggaldijepang #BudayaJepang ♬ Sing To Me - Jhené Aiko