Dua festival ini menunjukkan bagaimana Jepang menjaga warisan lama sambil tetap relevan di masa kini.
Ada Awa Odori di Tokushima yang digelar pada 12–15 Agustus dan dikenal sebagai festival tari terbesar di Jepang.
Lebih dari sejuta orang datang untuk menyaksikan kelompok penari atau “ren” yang menari mengikuti irama shamisen, taiko, seruling, dan lonceng.
Di Aomori, Nebuta Matsuri berlangsung pada 2–7 Agustus dengan lentera raksasa berbentuk pahlawan legendaris dan makhluk mitologi.
Lampion bercahaya ini diarak keliling kota, mengundang penonton untuk ikut menari di sekitarnya.
Sendai pun punya Tanabata Festival dengan bambu yang dihiasi pita warna-warni dan tanzaku berisi doa dan harapan.
Pesta ini ditutup dengan kembang api pada 5 Agustus, menambah semarak perayaan.
Ketiga festival ini menampilkan betapa kayanya ekspresi budaya Jepang yang berpijak pada cerita rakyat.
Bagi pelancong asal Indonesia, matsuri menghadirkan suasana akrab sekaligus berbeda.
Langkah dengan geta di jalanan padat, warga memakai yukata, serta makanan seperti takoyaki atau kakigōri mengingatkan pada pasar malam di tanah air.