Menurut perkiraan, lebih dari 40% kawasan di Jepang nantinya tak akan ada lagi.
Karena generasi muda lebih memilih tinggal di kota, sekitar 450 sekolah daerah pinggiran tutup tiap tahun, berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi (MEXT) Jepang.
Untuk merevitalisasi daerah-daerah yang kekurangan populasi itu, banyak bangunan kosong di daerah pinggiran kini diubah menjadi berbagai fasilitas lain.
Di Hare to Ke, tamu tak hanya bisa merasakan sensasi tidur di ruang kelas, tapi juga menyatu kembali dengan alam dan diri sendiri. Mereka bisa istirahat dan relaksasi di sana.
Hare to Ke terinspirasi dari konsep waktu tradisional Jepang.
"Hare" berarti perayaan khusus atau festival, sementara "ke" merujuk pada kehidupan yang biasa-biasa saja.
Dulu, hingar bingar festival dan kehidupan yang biasa-biasa saja hadir secara seimbang.
Namun, setelah pertumbuhan ekonomi di Jepang pascaperang, banyak yang meyakini perbedaan "hare" dan "ke" semakin tipis.
Masalahnya, di kehidupan modern ini, hari biasa-biasa saja kerap kali diisi "kehebohan".
Hare to Ke mengajak tamu untuk menemukan kembali ritme kehidupan zaman dulu melalui kesederhanaan dan keheningan.