OHAYOJEPANG - Ketika pertama kali datang ke Jepang, hal kecil yang langsung menarik perhatian saya adalah cara orang antre, terutama di toko serba ada atau konbini.
Sekilas, sistem ini tampak biasa saja, tetapi ternyata berdampak besar pada kecepatan dan kelancaran pelayanan.
Awalnya saya tak bisa menjelaskan mengapa semuanya terasa lebih cepat dibanding di Indonesia.
Saya sempat mengira teknologi canggih menjadi penyebab utama.
Namun setelah beberapa kali berbelanja, saya menyadari bahwa kuncinya terletak pada sistem antre itu sendiri.
Baca juga:
Di Indonesia, antrean di toko serba ada biasanya terbentuk di depan masing-masing kasir.
Kita memilih satu baris dan menunggu hingga giliran tiba.
Masalah muncul ketika pelanggan di depan mengalami kendala pembayaran atau membeli banyak barang.
Proses menjadi lambat, dan sering kali pelanggan di antrean lain justru selesai lebih dulu.
Situasi seperti ini menimbulkan perasaan “salah pilih antrean” yang cukup menyebalkan.
Di Jepang, sistemnya berbeda.
Saat pertama kali mengunjungi konbini, saya melihat semua orang membentuk satu barisan panjang di tengah toko.
Awalnya saya bingung karena tidak ada antrean di depan kasir tertentu.
Kemudian saya menyadari adanya tanda jejak kaki dan tulisan di lantai bertuliskan “Please wait here.”
Dari situ saya mengerti bahwa Jepang menerapkan sistem satu baris dengan prinsip first-in, first-served.
Setiap orang dilayani sesuai urutan kedatangan, dan ketika satu kasir kosong, pelanggan berikutnya langsung maju.
Sistem ini sederhana tetapi efektif karena menghilangkan stres memilih antrean tercepat.
Tidak hanya di konbini, sistem antre satu baris juga diterapkan di berbagai tempat lain seperti supermarket, apotek, restoran, hingga toilet umum.
Di supermarket yang lebih ramai, sistem ini diterapkan melalui satu antrean untuk beberapa mesin kasir otomatis.
Setelah pembayaran selesai, pelanggan berpindah ke meja khusus untuk mengemas belanjaannya sendiri.
Jika tidak membawa tas belanja, pelanggan dapat membeli plastik dengan biaya tambahan kecil.
Kasir hanya memberikan kantong plastik tanpa membantu mengemas agar antrean berikutnya bisa segera dilayani.
Kebiasaan ini membuat proses tetap cepat dan tertib tanpa menunda pelanggan lain.
Bahkan di restoran yang penuh, pelanggan tidak menumpuk di pintu masuk.
Sebagai gantinya, tersedia daftar tunggu tempat nama pengunjung ditulis sesuai urutan kedatangan.
Semua orang menunggu giliran dengan tenang tanpa berebut masuk.
Sejak mengenal sistem ini, saya terbiasa memperhatikan tanda di lantai setiap kali berada di tempat umum di Jepang.
Kebiasaan melihat jejak kaki dan petunjuk “Please wait here” kini terasa alami.
Hal kecil seperti ini ternyata berperan besar dalam menjaga keteraturan dan efisiensi aktivitas sehari-hari.
Dari membeli makan siang hingga naik bus, semua berjalan dengan sistem yang sama: adil, tertib, dan efisien.
Awalnya saya mengira antrean yang cepat di Jepang semata hasil kemajuan teknologi.
Namun kini saya paham bahwa efisiensi juga lahir dari kebiasaan dan sistem sosial yang menghargai waktu serta orang lain.
Sistem satu baris dengan prinsip first-come, first-served mungkin tampak sederhana, tetapi dampaknya luar biasa dalam menciptakan keteraturan.
Bagi saya, pengalaman ini menjadi salah satu pelajaran penting tentang bagaimana Jepang menanamkan nilai disiplin, keadilan, dan rasa hormat dalam hal sekecil apa pun.
Kebiasaan ini mungkin terlihat sederhana, tetapi menjadi bukti nyata bahwa ketertiban dimulai dari hal kecil seperti cara kita mengantre.
Disadur dari pengalaman Hazuvlen, seorang pejalan di Tokyo yang gemar menikmati dessert sambil mengamati kebiasaan masyarakat Jepang.