Melalui kebijakan tersebut, bela diri Jepang bukan hanya kegiatan ekstrakurikuler, tetapi bagian dari sistem pendidikan nasional yang menanamkan nilai disiplin, rasa hormat, dan kesinambungan tradisi.
Menariknya, istilah kendo (剣道) berarti jalan pedang, tetapi makna filosofisnya jauh melampaui sekadar kemampuan bertarung.
Menurut Federasi Kendo Jepang, tujuan utama kendo adalah mendisiplinkan karakter manusia melalui penerapan prinsip-prinsip pedang.
Dengan demikian, latihan bela diri di sekolah bukan hanya soal teknik, melainkan juga pendidikan yang menumbuhkan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan karakter.
Selain menjadi pelajaran jasmani, bela diri Jepang juga diakui sebagai bagian dari warisan budaya takbenda bangsa.
Meskipun tidak semua jenis bela diri tercatat secara individu di UNESCO, Jepang merupakan negara penandatangan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage.
Pemerintah Jepang aktif melindungi praktik budaya tradisional, termasuk bela diri, sebagai warisan hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Bela diri Jepang dinilai mewakili pengetahuan, teknik, ritual, serta ingatan kolektif masyarakat yang sesuai dengan kriteria warisan takbenda.
Dengan adanya dukungan publik dan pengakuan resmi, seni bela diri tetap hidup di tengah masyarakat modern tanpa kehilangan nilai tradisinya.
Bela diri di Jepang bukan hanya praktik olahraga, tetapi juga ekspresi budaya dan filosofi yang menanamkan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan moralitas.