Ohayo Jepang
Powered by

Share this page

Gaji & Benefit

Gaji Petani di Jepang, Benarkah Bisa Capai Rp 200 Jutaan Setahun?

Kompas.com - 14/09/2025, 15:57 WIB

OHAYOJEPANG - Bagi banyak orang Indonesia, baik mahasiswa, pencari kerja, maupun profesional, topik gaji pertanian di Jepang memunculkan rasa penasaran sekaligus harapan.

Janji bekerja di lahan pertanian dengan efisiensi khas Jepang serta kesempatan merasakan hidup di luar negeri terdengar menarik.

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud bekerja sebagai buruh tani di Jepang?

Artikel ini membahas seberapa besar gaji yang diterima, bagaimana kondisi kerjanya, serta apakah realitas di lapangan sesuai dengan ekspektasi.

Baca juga:

Gaji Petani di Jepang

Menurut data Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang; rata-rata pendapatan tahunan petani di Jepang sekitar 1,9 juta yen (sekitar Rp 211 juta).

Namun, gaji bersih yang diterima lebih rendah yaitu 1,4 juta yen (sekitar Rp 163 juta) karena dipotong untuk dana pensiun, asuransi kesehatan, pajak penghasilan, dan asuransi karyawan.

Ada perbedaan signifikan berdasarkan bidang kerja.

Petani tanaman di Tokyo dapat memperoleh hingga 8,9 juta yen per tahun (sekitar Rp 989 juta), hampir empat kali lipat dari rata-rata nasional.

Sebaliknya, pekerja peternakan menerima sekitar 3,1 juta yen per tahun (sekitar Rp 344 juta).

Perbedaan ini menunjukkan spesialisasi pertanian sangat berpengaruh terhadap penghasilan.

Ilustrasi orang bekerja di bidang pertanian.
Ilustrasi orang bekerja di bidang pertanian.

Kondisi dan Tantangan di Lapangan

Angka gaji hanyalah satu sisi dari kenyataan.

Pertanian di Jepang tetap menuntut stamina dan tenaga fisik.

Banyak yang menggambarkan pekerjaan ini sebagai kerja keras dari matahari terbit hingga terbenam dengan bayaran rendah, terutama di kota kecil, serta prospek karier yang terbatas kecuali memiliki lahan sendiri.

Tantangan lain adalah penuaan tenaga kerja.

Mayoritas petani sudah berusia lanjut, sehingga kebutuhan tenaga asing semakin meningkat.

Pekerja dari luar negeri, termasuk magang atau migran, mengisi celah ini meski dengan upah yang lebih rendah.

Sektor pertanian sendiri hanya menyumbang 1,1 persen dari PDB Jepang, dengan lahan subur sekitar 11 hingga 12 persen dari total wilayah.

Skala kecil dan ketergantungan pada subsidi membuat ruang penghasilan maupun modernisasi terbatas.

Pola Pekerja Indonesia di Pertanian Jepang

Bagi orang Indonesia, jalur masuk ke sektor ini cukup beragam.

Ada yang bekerja musiman atau paruh waktu, misalnya saat panen, dengan gaji per jam sekitar 1.054 hingga 1.118 yen (sekitar Rp 117.000 hingga Rp 124.000).

Sebagian masuk lewat Technical Intern Training Program (TITP) dengan gaji per jam 900 hingga 1.100 yen (sekitar Rp 100.000 hingga Rp 122.000), setara dengan kisaran upah minimum Jepang.

Perbedaan wilayah juga menentukan.

Di Tokyo, gaji bisa mencapai 1.113 yen per jam (sekitar Rp 124.000), tetapi biaya hidup ikut tinggi.

Di daerah seperti Kagoshima atau Yamaguchi, gaji lebih rendah, sekitar 893 hingga 930 yen per jam (sekitar Rp 99.000 hingga Rp 103.000).

Posisi penuh waktu memberikan stabilitas, tetapi fasilitas tambahan seperti perumahan, layanan kesehatan, atau pensiun sering kali terbatas, terutama di pertanian kecil.

Ketersediaan pekerjaan pun cenderung naik saat musim tanam atau panen, lalu menurun di musim sepi.

Rata-rata gaji pertanian di Jepang sekitar 2 juta yen per tahun (sekitar Rp 222 juta).

Beberapa bidang seperti petani tanaman di Tokyo memang menawarkan pendapatan lebih tinggi, tetapi tantangan besar tetap ada.

Mulai dari penuaan tenaga kerja, sistem pertanian skala kecil berbasis subsidi, hingga minimnya peluang kenaikan karier.

Bagi calon pekerja asal Indonesia, penting menimbang pendapatan dengan usaha fisik, gaya hidup, dan penyesuaian budaya.

Bekerja di pertanian Jepang bisa memberi lebih dari sekadar gaji, termasuk kesempatan belajar praktik pertanian maju dan keberlanjutan.

Namun, penting untuk melangkah dengan ekspektasi realistis berdasarkan data dan pengalaman mereka yang lebih dulu menjalani.

Sumber:

  • Kementerian Kesehatan, Ketenagakerjaan, dan Kesejahteraan Jepang (https://www.meti.go.jp/policy/mono_info_service/mono/fiber/ginoujisshukyougikai/230725/3-1.pdf&sa=D&source=docs&ust=1757840591940126&usg=AOvVaw0p9r_PTpbWYBsOLkl5mIhv)
  • World Salaries https://worldsalaries.com/average-farmer-salary-in-tokyo/japan/
  • Erieri (https://www.erieri.com/salary/job/crop-farmer/japan)
  • Nippon.com (https://www.nippon.com/en/japan-data/h02500/)
  • Bloombergtax (https://news.bloombergtax.com/payroll/japan-completes-2024-minimum-wage-updates)
  • Japan Institute for Labour Policy and Training | JILPT (https://www.jil.go.jp/english/jli/documents/2024/046-03.pdf)
@ohayo_jepang 🍜 Semua mie di Jepang = ramen? Eits, belum tentu! Kenalan sama udon — mie khas Jepang yang tebal, kenyal, dan putih, beda banget dari ramen. 💡 Apa yang bikin udon beda? – Terbuat dari tepung terigu & air – Punya tekstur tebal & chewy – Disajikan panas atau dingin – Banyak variasinya: Kishimen, Somen, dan lainnya! 👉 Kamu tim ramen atau udon, nih? Kreator Konten: Salma Aichi Produser: Luthfi Kurniawan Penulis: YUHARRANI AISYAH #OhayoJepang #Tinggaldijepang #KerjadiJepang ♬ suara asli - Ohayo Jepang
Halaman:
Editor : YUHARRANI AISYAH

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
 
Pilihan Untukmu
Close Ads

Copyright 2008 - 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.